Friday, September 30, 2011

KUMPULAN KATA CINTA


Oleh : Kahlil Gibran.

Jangan tertarik pada seseorang karena parasnya
Sebab keelokan paras dapat menyesatkan
Jangan pula tertarik kepada kekayaan
Karena kekayaan dapat musnah
Tertariklah pada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum
Karena hanya senyum yang dapat membuat
Hari-hari gelap menjadi  cerah
Semoga menemukan orang yang seperti itu

Ada saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang
Ingin hati menjemputnya dalam alam mimpi
Dan memeluknya dalam alam nyata
Semoga kamu memimpikan orang yang seperti itu

Bermimpilah tentang apa yang kamu impikan
Dan pergilah ketempat-tempat kamu ingin pergi
Jadilah seperti yang kamu inginkan
Karena kamu hanya memiliki satu kehidupan
Dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal
Yang ingin kamu lakukan

Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu baik hati
Cobaan yang cukup untuk membuatmu kuat
Kesedihan yang cukup untuk mebuatmu manusiawi
Pengharapan yang membuatmu cukup untuk membuatmu bahagia
Dan uang yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhanmu

Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup
Pintu yang lain dibukakan
Tetapi acap kali kita terpaku cukup lama pada
Pintu yang tertutup
Sehingga tidak dapat melihat  pintu lain
Yang dibukakan bagi kita

Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu,
Tanpa mengucapkan sepatah katapun
Dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan

Telah lama bercakap-cakap lama dengannya


Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita miliki
Sampai kita kehilangannya
Tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak akan pernah tahu
Apa yang belum pernah kita miliki
Sampai kita mendapatkannya


Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain
Karena apabila hal itu menyakiti hatimu
Sangat mungkin hal itu
Menyakitkan hati orang lain pula

Kata-kata yang diucapkan sembarangan
Dapat menyulut perselisihan
Sedangkan kata-kata yang kejam
Dapat menghancurkan suatu kehidupan
Kata-kata yang diucapkan pada tempatnya
Dapat meredakan ketegangan
Sedangkan kata-kata yang penuh cinta
Dapat menyembuhkan dan memberkahi

Awal dari cinta adalah
Membiarkan orang yang kita cintai
Menjadi dirinya sendiri
Dan tidak merubahnya menjadi
Gambaran yang kita inginkan
Jika tidak…..
Kita hanya mencintai pantulan diri sendiri
Yang kita temukan didalam dia

Orang-orang yang paling berbahagiapun

Tidak selalu memiliki hal-hal yang terbaik
Mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik
Dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya

Mungkin Tuhan membuat kita bertemu dengan beberapa orang yang salah
Sebelum bertemu dengan orang yang tepat
Kita harus mengerti
Bagaimana berterima kasih
Atas karunia itu

Hanya diperlukan waktu semenit

Untuk menaksir seseorang
Sejam untuk menyukai seseorang
Dan sehari untuk mencintai seseorang
Tetapi diperlukan waktu seumur hidup
Untuk melupakan seseorang



Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis
Mereka yang disakiti hatinya
Mereka yang mencari dan mereka yang mencoba
Karena hanya mereka itulah
Yang menghargai pentingnya orang-orang
Yang pernah hadir dalam hidup mereka

Cinta  adalah..
Jika kamu kehilangan rasa….
Gairah..
Romantika….
Dan..
Masih tetap perduli padanya

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah…
Ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu
Dan mendapati pada akhirnya
Bahwa tidak demikian adanya
Dan kamu harus melepaskannya

Cinta…
Dimulai dengan senyuman
Bertumbuh dengan sebuah ciuman
Dan…
Berakhir dengan tetesan air mata

Cinta datang kepada mereka yang masih berharap
Sekalipun pernah dikecewakan
Kepada mereka yang masih percaya
Sekalipun pernah dikhianati
Kepada mereka yang masih mencintai
Sekalipun pernah disakiti hatinya

Sungguh menyakitkan mecintai seseorang

Yang tidak mencintaimu
Tetapi lebih menyakitkan adalah
Mencintai seseorang
Dan tidak pernah memiliki keberanian
Untuk mengutarakan cintamu padanya

Masa depan cerah
Selalu tergantung pada masa lalu yang dilupakan
Kamu tidak dapat terus hidup dengan baik
Jika kamu tidak melupakan kegagalan
Dan sakit hati dimasa lalu

Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal
Jika kamu masih mau mencoba
Jangan pernah menyerah
Jika kamu masih merasa sanggup
Jangan pernah mengatakan
Kamu tidak mencintainya lagi
Jika kamu masih tidak dapat melupakannya

Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang

Bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu
Jangan mengharapkan balasan cinta
Tunggulah…
Sampai cinta berkembang dihatinya
Tetapi jika tidak….
Berbahagialah….
Karena cinta tumbuh dihatimu

cara cintamu memperlakukan dirimu
tergantung bagaimana caramu memperlakukan cintamu
khianati cintamu maka cintapun akan menghianatimu
sayangi cintamu maka cintamu akan selalu didekatmu

Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar
Dari orang yang kamu harapkan
Untuk mengatakannya
Namun demikian….
Janganlah menulikan telinga
Untuk mendengar dari orang yang mengatakannya
Dengan sepenuh hati

Waktu kamu lahir

Kamu menangis dan orang-orang disekelilingmu
Jalanilah hidup…
Hingga pada waktu kamu meninggal
Kamu tersenyum…
Dan orang-orang sekeliling menangis.
»»  BACA LAGI...

Tuesday, September 27, 2011

Benarkah Orang Baik Belum Tentu Masuk Surga??



Oleh: Abdi M.U.

Benarkah Orang Baik Belum Tentu Masuk Surga ?
Apakah Bunda Theresa yang sepanjang usianya dibaktikan untuk umat miskin
India harus masuk neraka? Apakah Paus Paulus II yang pernah menjamu calon pembunuhnya dengan baik hingga si calon pembunuhpun membatalkan rencana pembunuhan tersebut juga tak pantas masuk surga? Apakah Mahatma Gandi yang secara lembut, sabar dan selalu menggunakan jalan damai untuk membela kemerdekaan rakyat India juga harus masuk neraka? Bagaimana pula dengan sebagian dari milyaran umat manusia non Islam yang baik hati, apakah mereka harus masuk neraka dibanding sebagian dari milyaran umat manusia lainnya yang beragama Islam tapi buruk perilakunya ?
Apakah Akhlak Menentukan Seseorang Masuk Surga atau Tidak ?
Seorang ustadz yang saya tanya mengenai hal itu menjawab singkat, “kalau
memang akhlak yang dijadikan patokan oleh Tuhan untuk menentukan pantas tidaknya seseorang masuk surga atau neraka, maka agama tidak diperlukan lagi di muka bumi ini” Kalau memang akhlak sangat menentukan masuk surga atau tidak, maka untuk apa lagi agama, karena tanpa agama saja orang bisa berbuat baik. Di negeri atheis seperti di Rusia, China, atau di Eropa dan Amerika, ditemukan banyak orang yang tak beragama tapi memiliki akhlak yang luar biasa baiknya. Tidak usah jauh-jauh, pasti kita sering ketemu teman atau tetangga yang baiknya luar biasa, ia mengaku punya agama tapi tak pernah sholat atau ke gereja, tapi nyatanya akhlaknya lebih baik dari orang yang rajin beribadah.

Sifat baik adalah fitrah yang diberikan Allah sejak kita didalam kandungan. Fitrah (sifat-sifat baik) adalah kecenderungan manusia untuk berbuat kebaikan, seperti halnya binatang buas diberi Allah kecenderungan untuk bersifat buas walaupun ia berusaha dijinakkan di lingkungan manusia. Hawa nafsu dan pilihan manusia sendiri yang membuat seorang manusia menjadi jahat dan berperilaku buruk.

Dalam sebuah hadits qudsi Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan yang menyebabkan mereka tersesat dari agama mereka” (HR Muslim). Allah menganugerahi manusia kesempatan untuk memilih yang baik atau yang buruk sesuai firman Allah : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (QS, Al-Balad 90 : 10). “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS, Al-Insaan 76 : 3).

Kemudian setan berusaha mengaburkan jalan yang benar sehingga jalan yang baik oleh manusia dikira sesat, dan jalan yang sesat dikira benar. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al Baqarah 2 : 216) : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Namun tujuan tulisan ini sama sekali bukan untuk menyatakan bahwa akhlak yang baik tidak penting, atau menjadi muslim yang berperilaku buruk lebih baik daripada non-Islam yang baik hati. Tujuannya agar kita menyadari bahwa ada yang lebih penting kita capai dalam agama ini disamping kewajiban untuk berakhlak baik.

Akhlak Seorang Muslim Yang Baik Sekalipun Tidak Cukup Untuk Membuatnya Masuk Surga.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?" Nabi SAW sangat terharu mendengarnya, sambil memeluk anak muda itu ia berkata: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan oleh pengorbanan dan kebaikanmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita terhadap anaknya. Kita merasa sudah cukup, tapi dalam perhitungan Allah nilai jasa kedua orang tua pada anaknya jauh lebih besar nilainya dari yang dibayangkan manusia. Pasti ada sesuatu perbuatan lain yang harus kita lakukan untuk memperbanyak balas budi kita pada kedua orang tua kita. Diantaranya dengan cara menjadi anak yang sholeh dan selalu mendoakan kedua orangtua kita.

Ada perspektif yang sama antara hadits tersebut barusan dengan hadits berikut ini. Rasulullah SAW pernah berkata, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh sayapun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?” . Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”. Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah. Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh
sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Apa makna dari kedua hadits tersebut diatas? Yaitu bahwa perbuatan baik (akhlak) dan ibadah kita ternyata tidak mampu untuk mendapatkan tiket ke surga. Hanya karena rahmat-Nya lah kita bisa ke surga. Akhlak dan amal ibadah juga tidak cukup menjamin kita terbebas dari api neraka, hanya ampunan-Nya lah yang bisa membuat kita terbebas dari api neraka. Karena itu kita diminta banyak memohon rahmat dan ampunan Allah.

Pertanyaan berikutnya (dikaitkan dengan judul tulisan ini) adalah apa
syaratnya agar doa kita untuk memohon rahmat dan memohon ampunan Allah bisa diterima ? Tidak semua orang diberi rahmat surga, dan tidak semua orang diberi ampunan dari ancaman neraka. Allah menentukan syarat utamanya adalah beriman kepada-Nya dan rasul-Nya (melalui syahadat).
Apakah Benar Anggapan Bahwa Sifat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang Akan Membuat Allah Tidak Mungkin (Tega) Menghukum Orang Yang Baik Hati ?
Di akhirat kelak orang yang tidak beriman kepada Allah akan membawa amal
kebaikannya ke hadapan Allah, tapi kemudian Allah tidak menerimanya, seperti tersebut dalam Al Qur’an surat Al Furqan ayat 23, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”.

Ibarat seorang pembantu yang bekerja keras pada majikannya, setiap hari ia
bangun pagi membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyapu halaman, menjaga
keselamatan anak majikan selama majikan bekerja diluar. Namun sang pembantu yang rajin ini ternyata cara berbicaranya tak sopan dan suka berbohong, walaupun baginya itu sudah sopan dan bohongnya bohong kecil menurutnya. Sang pembantu tidak mau berusaha memperbaiki cara ia berkomunikasi dengan sang majikan. Ia tidak juga berusaha mencari tahu apa yang diinginkan sang majikan. Padahal jelas sang majikan sudah menulis tatatertib dan uraian kerja pembantu rumah tangga, diantaranya disebutkan sang majikan bahwa kesopanan dan kepercayaan adalah
syarat terpenting bekerja di rumah majikan tersebut. Bahkan terkadang ia
sombong dan keras hati dengan menganggap bahwa sebagai orang yang berintelektual tinggi seharusnya majikannya bisa menerima kekurangan sang pembantu. Maka apapun kebaikan dan jasa si pembantu menjadi tidak ada artinya bagi sang majikan, karena yang paling utama bagi majikannya adalah kesopanan dan kejujuran.

Analogi sederhana ini, menyiratkan bahwa agar doa, ampunan, amal dan ibadah kita bisa diterima Allah hendaknya kita mengenal Allah secara baik, melalui perenungan dan makrifatullah. Kitapun sebagai hamba Allah perlu mencari tahu apa sebenarnya syarat utama yang diinginkan Allah agar segala amal ibadah dan akhlak baik kita diterima Allah. Tidak susah mengenal Allah karena karya-Nya ada disekeliling kita, bahkan Ia telah memperkenalkan diri-Nya melalui kitab-kitab suci dan ajaran nabi-Nya. Sekarang tinggal kita saja mempelajarinya dan mencari kebenaran. Insya Allah manusia (entah itu Islam, Kristen atau Islam yang masih ragu-ragu) yang serius dan dengan tawadhu ingin mencari kebenaran maka Allah memberi petunjuk (hidayah) melalui Qur’an dan hadits.

Memahami Allah dengan menggunakan kemampuan akal manusia adalah sia-sia,
karena hakikat Allah adalah diluar batas akal manusia. Hati manusia akan
membantu kita memahami Allah, karena didalam hati bersemayam fitrah manusia yang salah satunya memiliki sifat-sifat cinta kepada Allah. Hatipun perlu dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran (sifat sombong, dengki, kikir, dsbnya) agar fitrah manusia kembali bercahaya menerangi pikirannya.

Tanpa Mengenal Sifat Allah Dengan Baik Maka Sia-sialah Akhlak Baik, Amal dan Ibadah Kita.
Melalui pengenalan yang baik terhadap Allah melalui cara-cara yang diatur
dalam Qur’an dan hadits, akan kita temukan bahwa Allah mensyaratkan aqidah Islam yang benar sebelum segala amal ibadahnya diterima. Aqidah Islam diwujudkan dalam bentuk syahadat hati dan lisan.

Aqidah adalah apa yang diyakini seseorang, bebas dari keraguan. Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Aqidah Islam merupakan syarat pokok menjadi seorang mukmin, dan merupakan syarat sahnya semua amal kita. Untuk memperoleh aqidah yang lurus kita perlu mempelajari dan memahami sifat-sifat Allah dan apa-apa yang disukai dan dibenci Allah. Tanpa aqidah yang lurus maka amal ibadah kita tidak diterima-Nya. Salah satu hal yang paling dibenci Allah SWT adalah syirik, yaitu mensejajarkan diri-Nya dengan makhluk atau benda ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang yang merugi” (QS, Az-Zumar: 65).

Aqidah adalah tauqifiyah, artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil, dan tidak ada medan ijtihad atau berpendapat didalamnya. Sumbernya hanya al-Qur’an dan as-Sunnah, sebab tidak ada yang lebih mengetahui tentang sifat-sifat Allah selain Allah sendiri. Aqidah Islamiyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah SWT dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.

Begitu pentingnya aqidah dalam Islam, sehingga pelurusan aqidah adalah dakwah yang pertama-tama dilakukan para rasul Allah, setelah itu baru mereka mengajarkan perintah agama (syariat) yang lain. Didalam Al Qur’an, surat Al-A’raf ayat 59, 65, 73 dan 85, tertulis beberapa kali ajakan para nabi, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan selain-Nya”. Dengan demikian ilmu Tauhid sebagai ilmu yang menjelaskan aqidah yang lurus, merupakan ilmu pokok yang harus dipahami sebaik mungkin oleh setiap umat Islam yang ingin memperdalam ilmu agamanya. Tanpa aqidah yang benar seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkannya dari jalan hidup kebahagiaan. Tanpa aqidah yang lurus seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh berbagai informasi yang menyesatkan keimanan kita.
»»  BACA LAGI...

Wednesday, September 21, 2011

GERAKAN PEREMPUAN


Dalam Perjalanan Sejarahnya


Masa Kolonialisme

Pada akhir abad XIX masyarakat Indonesia mulai berubah secara drastis, sebagai kaum terpelajar baru untuk para pegawai pribumi, anak-anak bangsawan, bersentuhan langsung dengan sejumlah ide nasionalisme sebagai akibat logis dari sistem politik etik yang diterapkan Belanda di daerah koloninya.

Gerakan emansipasi jauh lebih beragam dari kata “nasionalisme”. Alasan-alasan ekonomi dan agama terasakan lebih penting dan dominan dalam berbagai gerakan termasuk gerakan perempuan. Kegiatan-kegiatan awal dari organisasi perempuan hanya terbatas pada kegiatan kerumah tanggaan maupun pendidikan ketrampilan.

Pada tahun 1920-an, untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia perempuan bergerak di sekitar kepentingan gender mereka. Mereka mengambil bentuk masalah sosio-kultural perempuan, dan mengorganisasi diri diatas dasar keagamaan dan daerah serta gerakan politik yang penting saat itu. Berbagai sekolah perempuan didirikan dan sejumlah majalah diterbitkan, serangkaian aksi atas nama perempuan buruh dan pelacur pun dilancarkan.

Organisasi formal perempuan pertama ialah Poetri Mardika, yang didirikan di Jakarta pada tahun 1912. Organisasi ini memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, mendorong perempuan agar tampil di depan umum, membuang rasa “takut”, dan “mengangkat” perempuan ke kedudukan yang sama dengan laki-laki. Disamping itu antara tahun 1913-1915 berbagai organisasi perempuan, terutama di Jawa dan di Sumatera berdiri, yang anggotanya sebagian besar dari golongan bangsawan.

Setelah mengalami proses transformasi, gerakan perempuan mengkristal menjadi Kesadaran politik, seperti yang dinyatakan pada Kongres I Wanita tanggal 22 Desember 1928, dimana mereka menyatakan bahwa persamaan derajat akan dicapai dalam susunan masyarakat yang tidak terjajah. Kongres ini menandai sejumlah pergeseran penting, dalam cara-cara kaum perempuan Indonesia merumuskan interes gender mereka.

Pada tahun 1940 serikat buruh perempuan pertama dibentuk, yaitu Pekerja Perempuan Indonesia. Yang tujuan utamanya adalah memberikan latihan kerja. Namun organisasi ini pun melakukan perlawanan terhadap diskriminasi dalam kenaikan pangkat dan upah.

Pada massa penjajahan Jepang, Jepang membubarkan semua organisasi perempuan yang sudah ada sebelum perang dibubarkan kecuali yang sengaja dibuat Jepang untuk kepentingan perangnya seperti Fujinkai. Tujuan umum dari Fujinkai adalah untuk memobilisasi tenaga kerja perempuan guna mendukung tentara Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Sebagaimana yang terjadi di wilayah-wilayah yang dijajah Jepang selama Perang Dunia II, banyak perempuan yang dijadian jugun ianfu —perempuan penghibur yang mengikuti angkatan bersenjata Jepang.

Dengan sembunyi-sembunyi mereka bisa menyiapkan perjuangan kemerdekaan, tetapi mereka tidak bisa memprotes kebobrokan ekonomi yang ditimbulkan Jepang atau terhadap berbagai pemerkosaaan yang dilakukan para serdadu Jepang.

Perang Kemerdekaan


            Pada masa perang kemerdekaan ini banyak perempuan yang tampil di barisan depan bersama dengan pejuang yang lain. Satuan-satuan perempuan perjuangan berdiri dimana-mana, seperti Lasywi –Lasykar Wanita Indonesia.

Di garis belakang perempuan juga mengorganisasi diri. Setelah proklamasi Fujinkai dibubarkan, bahkan ketua Fujinkai menganjurkan kepada seluruh anggotanya untuk mengubah organisasi-organisasi lokal menjadi organisasi yang bisa bekerja mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini kemudian melebur menjadi Persatuan Wanita Indonesia atau Perwani. Disamping itu berdiri pula sebuah organisasi buruh perempuan berhaluan kiri, hasil fusi dari beberapa organisasi buruh perempuan yang bernama Barisan Buruh Wanita.  Para pemimpin nasionalis laki-laki mengakui dukungan kaum perempuan untuk perjuangan kemerdekaan. Walaupun demikian, para pemimpin nasionalis ini memandang bahwa kesertaan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan harus dibawah laki-laki.

1950-1965

Indonesia, tak terkecuali dari pola yang lazim, sesudah kemerdekaan nasional tercapai, gerakan perempuan mengalami kekecewaan. Dalam hal ini, kehidupan pribadi presiden pertama Indonesia, yang begitu rupa berhasil menggalang kekuatan kolektif perempuan untuk menyokong perjuangan nasional, sebagai roda kedua sebuah kereta, membantu menggagalkan sejumlah reform perkawinan yang dengan sangat konsekuen telah diperjuangkan oleh gerakan itu.

Dengan direbutnya kekuasaan negara oleh Indonesia, hubungan politik antara perempuan dan laki-laki menjadi berubah secara mendasar. Perjuangan untuk undang-undang perkawinan baru, mengakibatkan konflik sejumlah kepentingan gender, yang selama perang ditekan menjadi terbuka.

Selama perjuangan anti kolonal, perempuan menjadi aktor yang vokal di tengah gelanggang politik, dan sekaligus menjadi ibu dan istri yang “baik”. Dengan tidak adanya lagi musuh bersama, laki-laki mengaku bidang politik sebagai bidang mereka sendiri dan perempuan ditinggalkan di tengah bidang sosial. Pada umumnya organisasi perempuan, terutama yang berbasiskan agama, menerima pembagian kerja ini sebagai kodrat alami.
Hanya Gerwani sajalah, satu-satunya organisasi perempuan yang mengakui bahwa politik adalah sebuah bidang yang sah untuk perempuan. Dalam prakteknya dan yang lebih membedakan Gerwani dengan organisasi perempuan lainnya adalah perhatian mereka terhadap hak-hak kaum buruh dan tani perempuan. Gerwani mengambil cara-cara terutama dari dunia sosialisme.

Kejadian penting pada 1950 adalah fusi antara dua badan federatif, yang di dalamya terhimpun gerakan perempuan yang semasa revolusi mengalami perpecahan. Organisasi fusi itu adalah Kowani, yang pernah ditinggalkan sejumlah organisasi Islam dan Badan Kontak yang didirikan oleh Konferensi Perempuan Yogyakarta. Mereka bersatu dalam kongres pada bulan November 1950.

Pada tanggal 17 Desember 1953, sejumlah organisasi perempuan melancarkan demonstrasi yang menentang Keputusan Pemerintah  No.19 Tahun 1952 yang secara gamblang mensyahkan poligami bagi para pegawai. Demonstrasi ini merupakan satu-satunya yang terjadi sesudah Indonesia merdeka dan dikikuti oleh kalangan luas gerakan perempuan dan yang memperjuangkan kepentingan gender perempuan.

Pada 1960-an, setelah perjuangan untuk reform perkawinan mengalami kegagalan di parlemen, dan dengan semakin kuatnya hegemoni demokrasi Terpimpin, “feminisme” Gerwani pun didominasi ideology Manipol dan Nasakom. Solidaritas Gerwani tidak lagi pada semua perempuan. Gerwani mengarahkan haluannya pada “integrasi total” dengan kelas pekerja dan kaum tani dan memandang perempuan kaya sebagai “musuh” bagi usaha organisasi memperjuangkan kemerdekaan nasional sepenuhnya. .

1965_an

Perubahan politik dari Orde Lama ke Orde Baru  diawali dengan apa yang namanya “Peristiwa Oktober 1965” yang kemudian diikuti dengan pembantaian satu juta lebih orang-orang yang dianggap musuh oleh rejim yang baru. Dengan Menggunakan berbagai Koran terbitan 1 Oktober 1965 dan bulan-bulan pertama 1966, bisa kita lacak bagaimana kampanye fitnah tentang keterlibatan anggota-anggota Gerwani di Lubang Buaya.

Tahap demi tahap kampaye disebar luaskan dengan tujuan pembenaran sebuah kesimpulan bahwa komunisme sedemikian sangat amoral dan anti-agamanya, sehingga mengakibatkan kaum wanita “kita” melupakan berbagai tugas kewanitaan mereka, dan malah sibuk dalam politik dan kendor susila, mengumbat hawa nafsu seksual mereka dengan cara-cara yang bejat mengerikan, dan melakukan kekejaman yang tidak terperi. Karena itu masyarakat dibuat mengerti, bahwa sama sekali benar jika komunisme khususnya Gerwani dileyapkan, sehingga dengan begitu masyarakat menjadi bersih dan ketertiban pun pulih.

Kesatuan-kesatuan Aksi dibentuk untuk menyiapkan berbagai demonstrasi massa yang dibarengi dengan pembunuhan masal dimana-mana. Bahkan organisasi-organisasi keagamaan dengan penuh antusias menganjurkan kepada anggotanya untuk membasmi pengikut Gerwani di berbagai daerah.

Manipulasi kesadaran yang sedemikian ini, merupakan salah satu keberhasilan Orde Baru dalam menumpas lawan-lawan politiknya termasuk Gerwani. Peristiwa Oktober 1965 bisa dikatakan sebagai awal hancurnya gerakan perempuan di Indonesia, dimana gerakan perempuan tidak mampu lagi untuk melakukan posisi tawar terhadap kekuasaan secara ekonomi politik. 

1970_an

Pada periode ini, gerakan perempuan semakin menunjukkan proses depolitisasi dan penjinakan. Hal ini semakin menunjukkan bentuknya setelah berdirinya Dharma Wanita [1974] dan Dharma Pertiwi [1974] diresmikan sebagai organisasi isteri para pegawai negeri dan isteri tentara yang merupakan organisasi payung 19 organisasi isteri pegawai negeri dan 4 organisasi isteri tentara. Disamping itu pula, untuk mengontrol seluruh aktivitas kaum perempuan, rejim juga membangun PKK, yang seluruh aktivitasnya hanya berkutat pada kegiatan seremonial belaka tanpa pernah melakukan sebuah penyadaran terhadap kaum perempuan.

Pada massa ini, organisasi perempuan memasuki periode “tidak ada perlawanan” terhadap diskriminasi dan eksploitasi yang dialami kaum perempuan di Indonesia. Luasnya jaringan PKK, Dharma Wanita serta Dharma Pertiwi yang didukung oleh rejim, bisa dikatakan berhasil mematikan potensi untuk bangkitnya kembali gerakan perempuan yang masif.

1980_an

Diterapkannya NKK/BKK dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia, menyebabkan menjamurnya berbagai Kelompok Studi dan Kelompok Diskusi di kalangan mahasiswi. Kelompok-kelompok ini mendiskusikan berbagai persoalan yang menindas dan mengeksploitasi kaum perempuan. Diskusi ini juga menimbulkan semangat solidaritas terhadap persoalan ekonomi-politik yang ada. Bahkan kemudian berkembang dalam bentuk aksi-aksi solidaritas bersama. Akan tetapi, dengan kondisi yang sangat represif, pada perkembangannya Kelompok-kelompok Diskusi dan studi yang ada malah bergabung dan mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat [LSM]. Yang pada prakteknya mereka memihak terhadap berbagai persoalan rakyat, walaupun kenyataannya tidak pernah berupaya untuk merombak sistem yang menindas itu sendiri.

Kelompok-kelompok LSM pada umumnya menggunakan prespektif feminisme sebagai metode yang menjawab berbagai persoalan kaum perempuan. Mereka menerima ide-ide radikal, liberal dan sosialis dari kaum feminis Amerika dan Eropa. Tetapi mereka tidak pernah konsisten menerapkannya dengan alasan bahwa kaum perempuan Indonesia mempunyai kompleksitas persoalan yang tidak bisa diwakili oleh suatu pandangan dalam feminisme. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tak lebih seperti saat tahun 1930-an, dimana hanya berkutat pada masalah pendidikan, pelatihan tanpa pernah berupaya mengorganisir perempuan untuk secara bersama-sama dengan elemen rakyat yang lain dalam merombak sistem yang ada.

1990 sampai sekarang

Dalam sebuah penelitian tentang kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, tiap tahunnya sekitar 18 juta perempuan di Indonesia mengalami kekerasan. Terlebih-lebih dengan dilakukannya operasi-operasi militer yang membawa dampak pada berbagai kasus pelecehan, pemerkosaan, penculikan dan pembunuhan terhadap kaum perempuan di lokasi dilakukannya operasi militer.

Bangkitnya gerakan perempuan awal tahun 1990-an tidak terlepas dari bangkitnya gerakan buruh di sektor industri, karena di Indonesia lebih 60% dari jumlah buruh adalah buruh perempuan. Salah satu bukti kemampuan kaum perempuan dalam memimpin berbagai perjuangan kaum buruh adalah Marsinah, yang kemudian jadi korban kebiadaban dari pengusaha yang didukung sepenuhnya oleh kekuatan bersenjata.
Walaupun demikian perjuangan yang dilakukan oleh kaum perempuan belumlah pada perjuangan dimana kaum perempuan mampu membebaskan dirinya dari sebuah sistem yang menindas, tetapi lebih pada persoalan-persoalan ekonomis dan itupun dilakukan secara terpisah-pisah.

Maraknya aksi-aksi yang dilakukan massa rakyat pada awal tahun 1998, yang kemudian dengan keberhasilan menurunkan Soeharto dari “kursi kekuasaan”, tidak lepas pula dari dukungan kaum perempuan. Efouria kemenangan melanda seluruh rakyat Indonesia karena berhasil menjatuhkan salah satu simbol kediktatoran Orde Baru. Akan tetapi tidak berbeda dengan elemen yang lain, eforia ini tidak diikuti dengan kuatnya organisasi perempuan. Sehingga pada akhirnya mereka justru menyerahkan kekuasaan pada “reformis-reformis palsu”.

Pemilu 1999 sebagai sebuah tawaran dari rejim Habibie dan skenario internasional untuk meredam perlawan massa rakyat, mampu menyeret kaum perempuan untuk terlibat dalam agenda ini. Banyak kaum perempuan yang berlomba-lomba untuk masuk dalam struktur partai-partai politik dalam usaha untuk mendapatkan “jatah”. Bahkan tidak sedikit pula kaum perempuan yang berlomba-lomba untuk menjadi pemantau pemilu itu sendiri. Partai-partai politik yang ada bisa dikatakan tidak mempunyai program yang berpihak pada kaum perempuan.

PDI-Perjuangan, yang kemudian memengkan pemilu, tidak mempunyai program yang membela kaum perempuan. Tampilnya Megawati sebagai pucuk pimpinan PDI-P, tidak lebih dari sekedar faktor upaya menyeret massa rakyat dengan mengusung nama Soekarno, bukan dalam prespektif gender itu sendiri. Demikian pula dengan partai-partai pemenang pemilu yang lain, ketika nereka duduk dalam kursi parlemen mereka sama sekali tidak pernah memperjuangkan nasib kaum perempuan di Indonesia. Yang ada justru mereka menyetujui “penjualan perempuan” sebagai komoditi ekspor ke berbagai negara. Mereka justru sibuk dengan pembagian kue kekuasaan, tanpa pernah mereka memperjuangkan nasib kaum perempuan di Aceh, Ambon, Papua dan lain-lain.

Upaya dari rejim yang berkuasa sekarang untuk memandulkan gerakan perempuan pun mulai dilaksanakan. Salah satu contohnya adalah dengan dihidupkannya menteri pemberdayaan perempuan, yang secara implisit justru mendiskriminasikan kaum perempuan.***
»»  BACA LAGI...

BUDAYA CEWEK



Budaya Cewek :
Oleh Nuraini Juliastuti

Angela McRobbie (1995) mengatakan bahwa tampaknya selama ini remaja perempuan hanya bisa ditemukan dalam catatan kaki atau sebagai referensi tambahan saja. Suatu kategori di antara 'remaja' dan 'bisnis-bisnis lainnya'. Remaja perempuan tampaknya tidak benar-benar berada di sana. Pernyataan McRobbie ini mewakili kritik kaum feminis terhadap analisis-analisis subkultur yang selama ini ada. Analisis subkultur dianggap tidak memberi perhatian dan tempat yang layak kepada remaja perempuan.

Bill Osgerby (1998) mencatat bahwa masa sebelum Perang Dunia II, pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kategori 'youth' dan 'adolescent' secara umum mempunyai konotasi dan imej laki-laki. Pada masa ini, remaja perempuan cenderung digolongkan sebagai kelompok yang 'classless' dan disembunyikan dari sejarah. Tapi pada masa setelah Perang Dunia II, 'teenager' bermakna remaja perempuan dan remaja laki-laki. Skala perubahan remaja perempuan pada kedua masa ini tentunya membutuhkan area peliputan yang lebih luas. 

Di Indonesia sendiri, terlebih dulu kita mengenal remaja perempuan sebagai kelompok remaja yang ikut berpartisipasi membantu perjuangan merebut kemerdekaan. Mereka ikut membantu merawat para prajurit laki-laki yang terluka, atau membantu memasak keperluan logistik para prajurit di dapur umum. Gambaran remaja perempuan berpakaian putih-putih dengan simbol palang merah di lengan, yang sedang berjongkok membalut luka prajurit, sangat sering kita jumpai dalam drama-drama di panggung peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia, juga dalam foto-foto atau gambar di buku-buku sejarah.

McRobbie kemudian mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang bisa dijadikan panduan atau penuntun dalam melakukan penelitian terhadap subkultur remaja perempuan, yaitu: 
1) apakah mereka 'hadir', namun 'tidak nampak'?, 
2) jika mereka memang hadir/eksis, apakah peranan mereka lebih marjinal daripada laki-laki, atau apakah mereka memainkan peran yang berbeda?, 
3) apakah posisi remaja perempuan menunjukkan pilihan subkultural, atau apakah peranan mereka merefleksikan subordinasi umum perempuan?, 
4) apakah ada cara-cara berbeda dan khusus yang dijalankan remaja perempuan dalam mengorganisir hidupnya?

Remaja perempuan sebenarnya eksis dan hadir dalam kehidupan subkultur. Kita bisa menemukan remaja perempuan dalam kerumunan penonton konser musik rock, kita juga bisa menemukan remaja-remaja perempuan ikut bergabung dalam kelompok-kelompok punk di jalan-jalan. Tetapi seringkali keterlibatan perempuan dalam subkultur dikaitkan dengan kemerosotan moral dan degradasi personal. Media massa juga kerap memandang remaja perempuan dalam kelompok ini sebagai sesuatu yang sensasional semata.

Fakta lain menunjukkan bahwa jika remaja perempuan dan laki-laki sama-sama tergabung dalam kelas pekerja, gaji yang diterima kadang-kadang tidak sama. Atau meskipun penghasilan mereka sama, gaya konsumsi remaja perempuan dan remaja laki-laki pasti akan berbeda karena aktivitas bersenang-senang yang mereka lakukan juga berbeda. Atau mungkin aktivitas bersenang-senang yang dilakukan remaja laki-laki dan remaja perempuan jaman sekarang tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang menyolok. Kita akan dengan mudah menemukan remaja perempuan sama banyaknya dengan remaja laki-laki dalam kafe atau music club. Tapi tetap saja remaja perempuan harus 'berhati-hati supaya tidak mendapat bahaya' di tempat-tempat seperti itu. Bahaya ini biasanya berupa serangan seksual dari remaja laki-laki atau laki-laki dari kelompok umur yang lebih tua. Sikap khawatir, ketakutan, dan hati-hati terhadap bahaya-bahaya ini biasanya didukung oleh para orang tua. Tidak heran jika remaja-remaja perempuan diharapkan untuk lebih banyak berada di dalam rumah atau dalam kamar. Intinya, mereka didukung untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih berpusat dalam rumah. Rumah teman-teman perempuan dan kamar tidur akhirnya menjadi situs-situs kunci remaja perempuan.

Perkembangan dalam dunia konsumerisme kemudian menunjukkan dimulainya boom berbagai macam produk yang khusus ditujukan untuk pasar remaja perempuan, mulai dari kosmetik, pakaian, dan berbagai macam pernik-perniknya. Hal-hal itu biasanya dipakai di rumah. Rumah teman dan kamar tidur kembali menemukan tempatnya. Jadi bisa dikatakan, remaja perempuan berpartisipasi dalam perkembangan dunia di luarnya, dan mereka mengkonsumsi itu semua di rumah, dalam tempat tidur mereka.

Remaja perempuan juga cenderung tidak dicurigai jika mempunyai teman-teman dekat perempuan. Maka tidak heran jika sejak jaman dulu sampai sekarang, pemandangan seorang remaja perempuan yang berada di tengah kerumunan kecil kelompok/gang perempuannya selalu dengan mudah bisa kita temui. Kehidupan kelompok remaja perempuan dipopulerkan kembali oleh Cinta, Maura, Milly, Alya dan Karmen dalam film Ada Apa Dengan Cinta. Para remaja perempuan biasanya memperoleh eksklusivitas sosial, ruang-ruang privat dan tidak bisa diakses, ruang-ruang khusus yang berjarak dan, untuk sementara, bebas dari tekanan orang tua, guru-guru di sekolah, juga teman-teman laki-laki.

Kehadiran majalah-majalah remaja perempuan juga harus diperhitungkan jika kita ingin membuat analisa terhadap para remaja perempuan ini. Mulai 1980-an akhir dan 1990-an, muncul kelompok-kelompok band laki-laki yang ditampilkan dengan daya tarik seksual yang lebih menonjol. Maskulinitas mulai ditampilkan sebagai objek sama menarik dan menggairahkannya dengan feminitas. Dan majalah-majalah remaja perempuan yang hadir di sini ikut mendukung dengan memberikan liputan dan perhatian yang besar kepada mereka, sehingga bisa dikatakan posisi remaja perempuan sekarang jadi terbalik. Mereka yang biasanya berposisi sebagai objek,
»»  BACA LAGI...

FEMINISME



APAKAH FEMINISME ITU??

oleh : KATARINA PUJI ASTUTI

Tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya, feminisme tidak berasal dari sebuah teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal. Itu sebabnya, tidak ada abstraksi definisi secara spesifik atas pengaplikasian feminisme bagi seluruh perempuan di sepanjang masa. Definisi bagi feminisme dapat dikarenakan dan berubah dikarenakan oleh pemahaman atau pandangan akan feminisme yang didasarkan atas realita secara historis dan budaya, serta tingkat kesadaran, persepsi dan perilaku.

Bahkan diantara perempuan, dengan jenis-jenis yang hampir mirip, terdapat perbedaan pendapat dan perdebatan mengenai pemikiran feminis, sebagian didasarkan atas alasan (misalnya akar kebudayaan) patriarki dan dominasi pria, dan sampai pada resolusi final atas perjuangan perempuan akan non-eksploitasi lingkungan, kebebasan klas, latar belakang, ras, dan bias jender.

Meski demikian, definisi luas feminisme saat ini (yang telah diterima oleh paling tidak para perempuan di Bangladesh, India, Nepal, Pakistan dan Sri Lanka dalam sebuah lokakarya se-Asia Selatan) adalah sebuah kepedulian akan tekanan dan eksploitasi terhadap perempuan dalam lingkungan, pekerjaan dan sekaligus keluarga, serta penyadaran aksi tindakan laki-laki dan perempuan untuk merubah situasi ini.

Apakah perjuangan ini benar-benar relevan pada saat ini? Sebab bagaimanapun, perempuan telah memiliki banyak hak demokratisnya -pendidikan, pekerjaan, otoritas, dll- sekarang. Dan bukankah benar, bahwa kita saat ini telah memiliki presiden, perdana mentri dan pemimpin politik perempuan yang kuat?


Kita telah memiliki perempuan yang berperan diberbagai profesi, seperti diplomat, doker, insinyur, pengacara, profesor. Lalu apa masalahnya dan apakah kita masih membutuhkan feminisme? Walau perempuan telah menjadi bagian aktif dalam kekuatan kerja, dan bahkan sebagian telah mandiri secara ekonomi, masih ada para perempuan yang tetap saja mendapat upah rendah. Itu pun jika mereka dibayar. Bahkan bila sebagian dari mereka yang telah mandiri tadi berada di posisi "atas", hanya sedikit yang duduk dalam posisi pemegang keputusan atau eksekutif atau manajerial. Dan bilapun ada beberapa perempuan memegang posisi penting, umumnya mereka masih berpikir dan bertindak berdasarkan sistem patriarki/laki-laki yang mengungkungnya.

Kebanyakan perempuan pekerja merupakan "pembantu" keluarga, atau bekerja di sektor informal dengan penghasilan sangat kecil. perempuan adalah orang terakhir yang dipekerjakan, namun orang pertama yang diberhentikan (dipecat). Semakin cepat unit-unit industri termekanisasi dan termodernisasi, posisi perempuan pekerja akan digantikan dengan mesin-mesin, dan di"lempar" dari pekerjaannya. Contoh terburuk untuk hal ini terjadi di industri teksil di India, dimana dalam jumlah besar tenaga kerja perempuan sampai saat ini mengalami penyempitan jumlah tenaga kerja. Dalam beberapa kasus, hal yang dikarenakan status perempuan seperti ini telah benar-benar terbukti sampai saat ini. Di Sri Langka, angka statistik mengenai harapan kehidupan perempuan, kenyataan, dan lain-lain menunjukkan hal yang sedikit menggembirakan. Namun secara keseluruhan, di semua negara-negara kami, di segala bidang, perempuan berada dibelakang pria.

Apakah patriarki itu?

Kata ini sendiri berarti aturan yang berasal dari Ayah (Bapak) atau kepala keluarga. Ini mengacu pada sistem sosial, dimana Bapak memegang kontrol (kendali) atas seluruh anggota keluarga, kepemilikan barang, sumber pendapatan dan pemegang keputusan utama.


Sehubungan dengan sistem sosial ini, diyakini (dijadikan ideologi) bahwa pria lebih superior dibanding perempuan, sehingga perempuan sudah seharusnya dikendalikan (dikontrol) oleh pria dan menjadi bagian dari properti pria. Pemikiran ini membentuk dasar dari banyaknya peraturan agama dan kenyataan sekaligus menjelaskan semua tindakan sosial yang 'memenjarakan' perempuan di rumah serta mengontrol kehidupan mereka. Selain itu, standar dobel moralitas dan hukum kita, yang memberikan hak lebih pada pria dibanding perempuan, didasarkan atas patriarki. Saat ini, jika kita menggunakan kata 'patriarki', maka ini mengacu pada sistem yang menekan dan mengsubordinasikan perempuan, baik di bidang khusus maupun umum.

Apakah Anda akan menyebut seorang perempuan yang memutuskan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga sebagai feminis?

Pertama-tama, kita tidak akan menyebut "hanya" bagi seorang ibu rumah tangga, mengingat apa dan betapa besarnya pekerjaan yang dilakukan seorang ibu rumah tangga. Feminis tidak akan menganggap remeh ibu rumah tangga atau pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Bahkan kenyataannya, kerja utama kaum perempuan adalah memiliki pemahaman (kembali) dan penghargaan akan pekerjaan rumah, sehingga perempuan yang melakukan pekerjaan ini dipahami, dihargai, dan dihormati. Sebab jika 'pekerjaan rumah' mendapatkan penghargaan, pemahaman dan penghormatan miliknya, kaum pria pun mungkin akan tidak hanya mengakuinya, namun kemungkinan pula turut dapat mulai untuk melakukannya.

Perempuan yang memilih untuk menjadi ibu rumah tangga dan merasakan kebebasan individu dan bakatnya secara penuh dengan memilih jalan ini, dapat tetap dikatakan sebagai seorang feminis. Menjadi seorang feminis tidak berarti bekerja di luar rumah. Sebab maksudnya adalah memiliki piliihan nyata yang didasari oleh kesamaan kesempatan. Faktor pilihan, yang diinginkan oleh perempuan sendiri, adalah hal yang paling penting

Bukannya malah feminis memiliki ketakutan yang tidak berdasar akan suatu hal kecil? Contohnya, apakah penting mempermasalahkan bila seorang perempuan disebut sebagai 'chairman(seorang pemimpin )' alih-alih chairwoman? Sudah barang tentu, kita tidak dapat merubah segalanya?

Walaupun perihal bahasa tidak pernah menjadi yang utama dalam rasa, yang tidak satu pun dari kampanye besar kaum feminis yang menyinggungnya, kaum feminis tetap menganggap hal ini penting untuk dihadapi, dicoba dan dirubah pada prakteknya. Terlebih sejak hal ini memiliki prinsip, kebudayaan dan pengaruh sejarah.

Bahasa dan kata adalah hal-hal yang penting. Kita perlu mengenali, bahwa bahasa, seperti bahasa Inggris, memang memiliki kencenderungan jender, yang menghadirkan superioritas pria dan menyingkirkan dan menempatkan perempuan diurutan akhir. Oleh karena bahasa, seperti halnya agama dan ideologi, memiliki kemiripan bagi berlanjutnya bias pria dan sudut pandang pria, mengapa kita harus menerima sesuatu yang diskriminatif, menghina atau tidak mengenali keberadaan kita, dan fungsi terbaru kita dalam lingkungan?

Belakangan ini, ketika perempuan tidak memasuki area kerja baru (saat tidak ada perempuan yang memimpin, berolahraga, membuat laporan, menjadi ilmuwan, menjadi pemimpin spriritualitas), bahasa berefleksi dengan kenyataan, dengan menciptakan bentuk-bentuk seperti: chair-man, sports-man, media-man, dll. Saat ini, beberapa aspek bahasa telah tertinggal jauh dari kenyataan perubahan sosial. Terutama sejak perempuan mulai memasuki bidang-bidang seperti telah disebutkan di atas. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk tidak merubah kata-kata tadi menjadi: chair-person, sports-person, one-women show, dll, dimana orang ketiga yang mengikuti kata benda di depannya tidak selalu menjadi pria (he), dirinya (himself) dan dia (his). Sebab bagaimana pun juga, tidak membutuhkan usaha yang besar untuk melakukan keadilan bahasa bagi perempuan, hanya dibutuhkan usaha kepedulian untuk menjadikannya bagian dari perbendaharan kata kita.

Bukankah feminis menghancurkan kedamaian rumah tangga?
Ya, sebagian feminis barangkali sebenarnya menghancurkan rumah namun mereka melakukannya dengan cara yang sama dengan buruh tani atau buruh yang mengganggu keharmonisan sebuah desa atau pabrik kala mereka bergandengan tangan (bersama-sama) menentang tuan tanah atau pemilik pabrik. Sebab bagaimana pun pula, kedamaian seseorang mungkin saja adalah racun bagi orang lain.
Dapatkah seorang perempuan dikatakan sebagai seorang penghancur rumah tangga, bila mereka mulai tidak menyukai kehidupannya yang membosankan, kerja keras, ritme pekerjaan rumah sehari-hari yang monoton, dan memelihara anak-anak terus-menerus? Akankah Anda menyebut perempuan sebagai pembuat masalah, bila mereka mulai membenci dirinya yang hanya menjadi bayang-bayang suami, bila mereka menolak menjadi gaung keinginan suami, bila mereka menolak menghabiskan hidup mereka dengan membantu suami dalam meraih karirnya atau merealisasikan ambisinya? Apakah perempuan yang menginginkan hidup bagi dirinya sendiri, yang memiliki impian dan ambisinya sendiri, yang tidak ingin menjadi ideal, tidak ingin berkorban, tidak ingin merusak rumah tangga, ataukah pria, yang memaksakan perempuan agar berbalik melawan dirinya sendiri melalui cara di atas tadi, yang sebenarnya adalah penghancur rumah tangga sejati?

Feminis (berarti perempuan yang menginginkan penghargaan dan harga diri) tidak mengganggu rumah tangga, namun tidak memberikan kedamaian seutuhnya di rumah karena ketidakdamaian kebanyakan rumah tangga berasal dari ketidakjujuran yang 'membuang' perasaan, kepribadian, emosi dan impian banyak perempuan. Selama perempuan tidak dijadikan objek bagi ketidakadilan semacam ini, pasti ada kedamaian. Namun ketika perempuan mulai mempertanyakan keseimbangan dan keadilan, permasalahan dimulai.


Apakah feminis menentang para ibu?

Feminis tidak menentang perempuan memiliki anak. Namun kami (feminis-red) tidak menganggap menjadi ibu adalah takdir setiap perempuan, begitu juga tidak kami bandingkan antara perempuan dengan ibu. Kami percaya bahwa setiap perempuan seharusnya memiliki pilihan, apakah akan atau tidak memiliki anak.
Pada saat ini, pilihan semacam itu tidak diakui secara legal, sosial atau psikologis di kebanyakan negara-negara kami. Dan perjuangan kami untuk itu adalah mendapatkannya.

Lebih jauh kami merasa, bahwa meski hanya seorang perempuan yang dapat memelihara anak, siapa saja sebenarnya dapat "menjadi" ibu. Sebab para ibu tidak berarti secara fisik memberikan kelahiran seorang anak. Artinya lebih pada memelihara, memberi dukungan dan mengasihi makhluk hidup lain. Tugas menjadi ibu seperti ini dapat dilakukan oleh siapa pun, tidak harus hanya oleh perempuan yang memberikan kelahiran. Banyak perempuan yang tidak dapat memberikan anak, namun menjadi ibu yang luar biasa. Begitupun sebaliknya.

Kemampuan dan kapasitas menjadi ibu bukanlah hal yang alami, bukan pula keputusan biologis. Tergantung pada 'mengingini' dan 'mempelajari' menjadi ibu. Dan hal ini dapat pula dilakukan semudah itu oleh pria. Pria dapat pula menjadi ibu, bahkan sebagian pria adalah ibu.

Semua ini terdengar masuk akal, namun mengapa feminisme begitu menakutkan? Mengapa selalu dipengaruhi kekerasan? Mengapa sering kali dijadikan bahan gurauan dan kebohongan? Mengapa pula mengundang banyak perlawanan?

Semua ini tidak mengherankan, bila orang merasa takut akan feminisme. Mereka setidaknya jujur saat mengatakan: "Kau tahu, kami tidak keberatan dengan hal seperti minat perempuan, akan tetapi feminisme adalah masalah". Feminisme menghadirkan rasa tidak nyaman bagi beberapa orang karena mungkin ini bukanlah satu-satunya pandangan (pemahaman) yang memasuki ruang kejujuran dalam rumah, yang peduli akan keeratan yang amat sangat dalam hubungan antar manusia. Dimana hubungan tersebut mempertanyakan kepercayaan, pola pikir dan perilaku kita, sebaik nilai dan agama kita. Apapun dari semua inilah yang menakutkan.

Sekali perempuan mempertanyakan patriarki, superioritas dan dominasi pria, maka kita perlu menengok kembali pada konflik yang terjadi antara kita dengan para ayah, para saudara laki-laki, para suami, para anak dan teman-teman laki-laki. Sebab mereka-mereka inilah para pria yang menghadirkan patriarki bagi kita dengan cara yang amat cepat dan menyakitkan.

Ini menyakitkan tidak hanya bagi pria yang dipertanyakan akan hal ini, namun pula bagi perempuan yang mengajukan pertanyaan. Kami terkadang pula bertanya-tanya, apakah yang kita lakukan ini benar, apakah ini benar-benar berguna, apakah kita mampu menghindari kepahitan saat menghadapinya dan memandang ketidakpastian oleh kuatnya pandangan gender di rumah, di tempat kerja, di lingkungan kita, di sepanjang waktu.

Apakah feminisme merupakan fenomena kelas menengah?

Meski pada satu tataran terlihat bahwa sepertinya feminisme terbatas pada perempuan klas menengah, namun penggambaran sesungguhnya tidaklah demikian. Ini "muncul" oleh situasi yang didasari 2 buah alasan; pertama, kepincangan media dalam membuat liputan. Kedua, feminis klas mengengah terlihat lebih "vokal" (berani beropini). Mereka tidak hanya berjuang, namun juga menuliskan isu yang terjadi dan mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui beragam media seperti surat kabar, majalah, teater jalanan, nyanyian dan televisi.

Oleh karena kami mendengar banyak hal tentang perempuan urban klas menengah serta organisasi mereka, kami mulai berpikir bahwa perempuan klas pekerja dan petani bukan hanya tidak merasa ditekan, namun juga tidak melakukan apapun bagi hal itu. Hal ini jauh dari kebenaran. Kenyataannya, ratusan bahkan ribuan perempuan klas pekerja dan kelompok perempuan pekerja yang mengangkat isu-isu perempuan. Belum lagi ditambah dengan pengangkatan isu-isu klas, hak kepemilikan barang, dan lain sebagainya kepada publik.

Untuk menjadi seorang feminis, Anda tidak perlu mengetahui kata-kata atau jargon feminisme, tidak pula perlu dipenuhi dengan teori feminisme. Yang dibutuhkan adalah kesadaran akan adanya patriarki dan semangat untuk mengakhiri ketidakadilan, diskriminasi oleh pria serta standar-standar ganda. Bagaimanapun, pada kondisi awal, klas menengah dan perempuan berpendidikan adalah mereka yang lebih "vokal", lebih aktif bagi dorongan berdemonstrasi, berargumentasi, dll, namun ini semua dapat benar-benar dipertimbangkan untuk menentang mereka.

Sebaliknya, pada kenyataannya, mereka menggunakan pendidikan dan kemandirian ekonomi mereka untuk memperjuangkan para perempuan lainnya, sebaik perjuangan bagi diri mereka sendiri. Dalam contoh lain, klas mengengah feminis memainkan peran yang sama dengan kelompok klas menengah urban, dalam melakukan gerakan feminisme (seperti yang telah mereka lakukan) bagi semua gerakan yang berjuang demi perubahan sosial.


Apakah feminis adalah pembenci kaum pria?

Para feminis tidak membenci pria namun menentang patriarki, diskriminasi oleh pria dan ke-pria-an dalam diri pria, yang diekspresikan dengan dominasi, egoisme, penghinaan, kekerasan, dsb. Kami menentang pria yang tidak dapat menerima kesejajarannya dengan perempuan, yang memperlakukan perempuan sebagai benda atau barang milik pria, atau bahkan hanya memandang perempuan sebagai komoditas semata.

Sayangnya memang kebanyakan pria mendominasi dan memiliki kualitas-kualitas (seperti telah disebutkan pada paragraf sebelumnya) tersebut. Hal ini nyata, meski banyak pria dengan gairah demokrasi dan sosialis yang paling tinggi sekalipun, namun saat konsep kesejajaran timbul dalam lingkungan, mereka menolak untuk menerima kesejararan dalam rumah (rumah tangga) dan hubungan interpersonal pria-perempuan.

Bagaimanapun kami percaya bahwa seperti perempuan, yang tidak secara alami diharuskan memelihara dan memberi makan anak semata, pria pun tidak secara alami digariskan untuk menjadi pemarah dan pendominasi. Keduanya, pada kenyataan, lebih menjadi korban atas kesadaran mereka sendiri. Dan oleh karena kondisi dan lingkunganlah -seperti halnya perempuan saat ini-, maka mereka terjebak dalam pandangan dan aturan sosial yang telah mematikan. Masalah kami adalah bahwa kebanyakan pria tidak mulai menyadari hal ini, dan sedikit diantaranya yang ingin berjuang membebaskan diri mereka menjadi lebih humanis dan demokratik sejati.

Apakah maksud Anda, meskipun pria tidak menyadarinya, feminisme dalam perjalanan panjangnya akan menguntungkan baik bagi pihak pria, maupun perempuan?

Benar. Para feminis mencari perubahan atas segala bentuk ketidaksejajaran, dominasi dan tekanan melalui bentuk-bentuk pesan keadilan, sosial dan ekonomi di dalam rumah, negara dan lingkup internasional. Pesan ini amat membutuhkan keikutsertaan pria. Tentu saja dalam situasi, mereka secara sadar kehilangan kekuasaan pria-nya, dominasinya, dan keuntungan-keuntungan lainnya. Namun mereka akan turut dalam perjuangan tersebut, sebagaimana lingkungan akan turut serta dengan cara yang berbeda. Contohnya, jika semua anak dalam keluarga (tidak hanya anak laki-laki) diperbolehkan dan didorong untuk tumbuh dan berkembang, maka akan lebih banyak talenta dan kreatifitas yang dimiliki oleh keluarga tersebut, bahkan negara ini. Bahkan keluarga akan lebih memiliki sumberdaya, lebih banyak memiliki kemampuan dibidang ekonomi, dan bahkan lebih kuat bila perempuan tidak dipaksa untuk mengingat ketergantungan, serta ketidakmampuannya yang membutuhkan perlindungan terus-menerus. Selain itu pria akan memiliki kewajiban ekonomik dan tekanan yang lebih sedikit, dan yang lebih penting lagi, mereka aka lebih dapat mengekspresikan kemampuan individual mereka sendiri dalam lingkungan yang baru ini. Dengan kata lain, feminisme akan membebaskan pria dari peraturan dan pandangan sosial yang menuntut banyak dari mereka.

Jika Anda mengatakan bahwa pria turut mendapat keuntungan dari gerakan para feminis, lalu mengapa para perempuan secara umum mengorganisasikan diri mereka kedalam seluruh kelompok-kelompok perempuan?


Gerakan perempuan dibangun pada awalnya dengan asumsi adanya sebuah kesamaan yang pasti diantara perempuan. Saat gerakan perempuan mengajukan sebuah perkumpulan yang menguntungkan bagi mereka semua, satu hal yang penting adalah pada satu tingkatan yang pasti dari perjuangan mereka sendiri, dan saat melakukannya dengan gerakan lain, perempuan menyadari kealamian pemenjaraan mereka dan rencana strategis untuk merubah situasi ini.

Rasionalisasi keadaan ini tidak berbeda dengan usaha otonomi yang telah mereka lakukan bagi penekanan klas. Kami melakukannya, sebagai contoh, mendukung perjuangan otonomi petani, dan/atau pekerja, mendukung otonomi klas dan etnik, gerakan nasional, dsb. Perbedaan ini lebih nyata bagi gerakan perempuan karena permasalahan di sini jauh lebih kompleks dan berlangsung lama. Dan ini membutuhkan resolusi mendasar, tidak hanya kemenangan satu kelompok atas kelompok lainnya (dalam hal ini kelompok perempuan melawan kelompok pria), namun sebuah pemikiran kembali dan perubahan struktur atas semua aspek kehidupan.
»»  BACA LAGI...