Wednesday, November 9, 2011

Piala Anggur Cinta



Piala Anggur Cinta
sepiala saja , penuh dan berbuih, kan kuteguk dengan mulut berguman
dunia-dunia berputar-putar, kerna kepala berputar-putar, maka tangan lurus bak kitiran
setegukan saja, kusedikit merintih, tuak hati memerah bergelegakan
leher-leher bermerahan, pipi-pipi pun panas , maka langkah terhoyong-hoyong kiri dan kanan
lupakan diri adalah membenamkan diri ke dalam jilatan api Cinta sepenuhnya
tangan dan kaki menjadi abu, pula tulang-tulang dan segenap badan, juga jiwa dan ingatannya
lenyapkan diri adalah dengan meneguk Spiritus Cinta dan terhuyung jatuh bakarlah usus sepenuhnya
maka saat hati terbakar, memutih menjadi abu, tumbuh sekuntum mawar Cinta yang wanginya lebihi setaman, kelopaknya adalah Allah-Allah-Allah
di negri ketiadaan, tiada awan melainkan Cadar Nya
di negri ketiadaan, tiada sungai melainkan SegarNya
di negri ketiadaan, tiada laut melainkan IlmuNya
di negri ketiadaan, tiada Jiwa melainkan JiwaNya
di kota ketiadaan, tiada bangunan melainkan ArsyiNya
di kota ketiadaan, tiada sekolah melainkan FirmanNya
di kota ketiadaan, tiada seni melainkan CintaNya
di kota ketiadaan, tiada merah melainkan GincuNya
di rumah ketiadaan, tiada atap melainkan AmpunanNya
di rumah ketiadaan, tiada piala melainkan AnggurNya
di rumah ketiadaan, tiada lilin melainkan ApiNya
di rumah ketiadaan, tiada suara gitar melainkan Desah KesendirianNya
di kamar ketiadaan, tiada kasur-ranjang tapi kefaqiran tak pula selimut tapi kedinginan
di kamar ketiadaan, tiada sejadah apapun tapi jiwa gemetaran tak pula gadis cantik molek rupawan
di noktah ketiadaan, Aku-lah Kebenaran
di noktah ketiadaan, Aku-lah Gusti Pangeran
di noktah ketiadaan, Bercerlangan Zat Tuhan
di noktah ketiadaan, Gemilangan Wangi Zat Tuhan

Hud-hud berkelana melayang, mencari Ruh Yang Turun pada Malam Suci Seribu Bulan. Ia bergumam, mustinya adalah Malam Suci-Nya dan titik, kerna Ia lebih dari Seribu Bulan. Tapi Ia bergumam pula, tapi lebih baik Malam Suci Seribu Bulan karena Ia Yang Sejati Tak Terbatas Tak Terperikan Dalam Kesendirian Dalam Keagungan Dalam Kesilauan Dalam Ketidaktahuan Dalam Lautan Keberadaan, tanpa terbatas, bahkan oleh Diri-Nya Sendiri.

Puja dan puji pun digumankan Hanya Pada Sang Maha Asmara, mawar-mawar yang selalu merekah di hati-hati yang patah, yang durinya bila terkena teramat pedih menggores bak suara rebab. Atau seperti suara seruling Majnun di malam hari yang senyap, di padang belantara yang luas, di musim dingin yang mencekam, yang berintihan bertangisan berjeritan Layla, Layla, Laylaaa.. Atau seperti wadag Rumi yang mengelilingi Jiwa dan Irama Sang Maha Cinta dari Tabriz, Syamsyuddin Sang Pecinta, berputar-putar seperti gasing berkeliling kepala pun pusing jantung dan hatipun seolah berhenti berdetak, tarbus melayang-layang tinggi , Duhai Syamsyuddin Sang Maha Asmara.

Sungguh yang tiada memahami Asmara bukanlah bagian dari kami, kata seorang darwisy. Sungguh yang tiada memahami geletar Asmara bukanlah bagian dari mukmin, kata seorang saleh. Sungguh yang tiada memahami senar dan grip-grip Asmara bukanlah bagian dari muhsin, kata seoran faqir. Tapi Hud-Hud katakan padaku, perkara yang benar adalah siapa dan apa yang tak senantiasa menggeletar terhempaskan Gelombang Samudera Asmara bukanlah bagian dari alam maujud. Alias ketiadaan mutlak.

Crengg….., senar gitar Espanola menyentuh lembut lembar-lembar Asma Waduudu dari goresan janji Alastu yang dulu kupatrikan didepan Kekasih. Getarannya lembut seperti alis lentik yang melindungi kelopak lembut dan mata-mata besar berkejap nan tatapannya teramat dalam. Alastu menghunjam lembut di rerelungan terdalam hati, geloranya sejuk bak sumber mata air cemerlang gemilang. Dimulai dengan penolakan akan segala dan penegasan akan Aku yang satu, Alastu menyumberi rasa-rasa lembut, takut dan harapan Cinta Ilahiyyah. Piala Alastu,- yang berisikan Anggur-Anggur Berusia Tujuh Abad- , memabokkan jasad maupun batin maupun batin dari batin dan Batin dari Segala Batin sehingga sang penenggaknya akan menjadi Pemabuk Sejati. Yang lupa akan dirinya sendiri seluruhnya. Yang lupa akan segala-galanya seluruhnya. Ia menjadi sempit sekali dihimpit oleh al-qoobidhu sehingga menjadi bak titik ketiadaan, tapi pada saat yang sama ia menjadi luas melayang terbang ke milyunan alam manifestasi-Nya diluaskan oleh al-baasithu. Sebuah titik noktah tak bervolume tak berwaktu tak ber-ruang tak terperi adalah titik -tu, dan sungguh bentuk lampau dalam -tu mungkin adalah penunjukkan akan kekekalannya.

Al-waduudu mengarungi alam keberadaan dengan membawakan Anggur-Anggur Tujuh Abad dan menuangkannya di kedai-kedai tuak dalam piala Alastu. Bergelimpangan para hamba pecinta mencicipi setegukannya, apa - lagi sepiala penuh. Ohhh, serasa bumi menjadi langit dan langit menjadi bumi dan serasa alam material mengkerut lenyap tak lebih dari setitik saja, atau lebih kecil dari itu, atau tak terfikirkan lagi, atau memang ia hanyalah bayangan keberadaan dalam ketiadaan. Setiap manifestasi al-waduudu terpaksa membatasi yang lain, Rambut-Nya membagi alam-alam menjadi tak hingga, Pipi-Nya membuat alam-alam mengkristal karena rindu pada-Nya, Senyum-Nya membuat kiamat alam-alam kerna teramat rindu pada-Nya, apa lagi elusan-Nya?
»»  BACA LAGI...

Friday, October 28, 2011

Kalah Itu Indah



Oleh: Gede Prama


Entah dari mana asal usulnya, entah mulai dari wacana, entah dari masyarakat dengan ciri ego centered society, entah merupakan ekses negatif dari individualisme berlebihan, yang jelas wacana kita - di dunia politik, bisnis maupun dunia lainnya - sangat dominan diwarnai oleh kecenderungan hanya mau menang. Jarang sekali - kalau tidak mau dikatakan tidak ada - ada pihak-pihak yang secara ikhlas rela kalah.

Ibarat turnamen sepak bola, juara satunya selalu satu. Sedangkan yang bukan juara satu selalu jumlahnya lebih banyak dari satu. Sehingga kalau dilakukan adu jotos antara totalitas manusia yang kalah dengan mereka yang menang, maka juara satunya pasti babak belur.
Dalam perspektif seperti ini, apa yang terjadi di dunia politik khususnya di bulan-bulan terakhir ini sebenarnya mencerminkan tiga hal penting. Pertama, tidak ada pihak yang mau kalah. Seolah-olah kalah adalah barang haram dan hina dina. Kedua, siapa saja yang jadi pemenang hampir selalu berada pada posisi tersiksa diserang dari kiri-kanan. Ketiga, sebagai akibat dari point pertama dan kedua tadi, maka arena politik kita lebih mirip dengan arena kerusuhan, dibandingkan turnamen sepak bola plus nilai-nilai sportivitasnya.

Mari kita mulai dengan point pertama tentang tiadanya orang yang mau kalah. Dengan sedikit kejernihan saya ingin mengajak Anda bertutur, dalam turnamen olah raga umumnya, kalah disamping menjadi resiko bagi siapa saja yang mau ikut pertandingan, kalah sebenarnya bersifat mulia. Dikatakan mulia, karena di bahu pihak-pihak yang kalahlah nasib kemeriahan dan kedamaian pertandingan ditentukan. Untuk menang, Anda dan saya tidak memerlukan kearifan dan kebesaran jiwa. Semuanya serba menyenangkan, bermandikan tepuk tangan dan kekaguman orang, dan yang paling penting keluar dari lapangan berselimutkan pujian banyak orang. Namun untuk kalah, ceritanya jauh sekali berbeda. Ejekan dan makian orang memang kadang datang. Usaha kita memang terasa sia-sia. Banyak mata yang tadinya bersahabat jadi bermusuhan.

Akan tetapi, di balik semua ejekan dan hinaan tadi tersembunyi danau-danau kemuliaan yang amat luas. Fundamen dasar bangunan demokrasi masyarakat manapun, dibangun di atas jutaan bahu manusia-manusia yang kalah. Tidak ada satupun bangsa bisa membuat dirinya jadi demokratis tanpa fundamen terakhir. Dengan kata lain, keindahan demokrasi - kalau mau jujur - lebih banyak ditentukan oleh pihak yang kalah. Keindahan tadi berubah menjadi kemuliaan, karena sudah disebut kalah plus seluruh makian orang banyak, tetapi malah lebih menentukan nasib orang banyak.

Anda bisa bayangkan nasib Jepang yang berganti Perdana Menteri demikian sering, nasib Amerika yang telah berganti presiden puluhan kali, serta nasib bangsa-bangsa lain yang sudah berganti pemimpin demikian sering. Tanpa kebesaran jiwa pihak yang kalah, setiap pergantian pemimpin akan ditandai oleh kemunduran akibat kerusuhan-kerusuhan yang tidak perlu.
Ini dari segi pihak yang kalah. Dari segi pemenang, menang memang menghadirkan banyak kemewahan-kemewahan. Kekaguman, tepuk tangan, jumlah pengikut yang bertambah, sampai dengan kekuasaan yang menyilaukan. Semua ini memang buah hasil dari perjuangan panjang dan melelahkan. Bagi banyak pemenang, ini memang hadiah yang layak diterima. Hanya saja, sadar bahwa bangunan institusi demokrasi di manapun senantiasa dibangun di atas jutaan bahu-bahu manusia kalah, selayaknya pemenang sadar di atas bangunan apa mereka berdiri.
Dalam bangunan fisik yang sebenarnya, fundamennya adalah bata, pasir, semen dan barang-barang mati lainnya. Bangunan demokrasi berdiri di atas bahu-bahu manusia kalah yang hidup, dinamis, mengenal emosi dan kalkulasi-kalkulasi politik. Makanya, sungguh mengagumkan bagi saya, ketika George W. Bush memulai pidato pertamanya sebagai presiden AS dengan kalimat indah seperti ini : 'I was not elected as President to serve one party, but to serve one nation'.

Lepas dari keindahan-keindahan demokrasi negara lain, suka tidak suka kita sedang berhadapan dengan arena politik yang jauh dari indah. Entah mana yang benar, seorang sahabat menyebut kalau orang kalah yang tidak tahu dirilah yang menjadi biang dari kondisi kita. Ada juga yang berargumen, pemenang yang sombong dan angkuhlah yang menjadi awal semuanya. Dan bagi saya, semuanya sudah tercampur menjadi adonan-adonan kerusuhan yang mengerikan dan menakutkan.

Sebagaimana sulitnya memisahkan campuran bubur ayam yang sudah demikian menyatu, memisahkan kedua campuran adonan kerusuhan ini memang amat sulit - kalau tidak mau disebut niscaya. Apapun solusinya, kita semua memiliki kepentingan untuk mendidik generasi masa depan bahwa tidak hanya kemenangan yang menghasilkan keindahan, kalah juga bisa berakhir indah. Kemenangan memang menghasilkan banyak kegembiraan dan kebanggaan. Namun kekalahan adalah gurunya kesabaran, kearifan dan kebijaksanaan yang tidak ada tandingannya. Sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh kemenangan manapun. Dan yang paling penting, siapa saja yang kalah, kemudian bisa keluar dari ring pertandingan dengan tersenyum ikhlas dan menyalami pemenangnya, plus membantu pemenang dalam kenyataan sehari-hari demi kemajuan bersama, merekalah pemimpin kita yang sebenarnya. Kendati tanpa jabatan, pasukan, kekuasaan, tahta, pujian dan tepuk tangan orang lain, merekalah the true leaders. Punyakah kita the true leaders seperti itu ?.

»»  BACA LAGI...

Kulturalisme vs Strukturalisme



           Konsep Raymond Williams tentang kebudayaan, dalam cultural studies disebut kulturalisme. Karya-karya dengan pendekatan empiris—yang sangat ditekankan dalam tradisi kulturalis—mengeksplorasi bagaimana manusia secara aktif memproduksi makna-makna budaya. Penelitian berfokus pada pengalaman hidup dan mengadopsi definisi umum tentang kebudayaan dari perspektif antropologi, dimana hidup sehari-hari tidak dibedakan dari seni (tinggi). Secara lebih khusus, kulturalisme yang dipraktekkan Williams (juga Hoggart dan Thompson) yang biasa disebut kulturalisme kiri, merupakan sebentuk materialisme historis-kultural yang mengeksplorasi kebudayaan dalam konteks kondisi-kondisi material ketika ia diproduksi dan dikonsumsi. Jika kulturalisme menekankan bahwa makna merupakan produk dari manusia (sebagai agen yang aktif, human agents) dalam konteks sejarah, maka strukturalisme lebih tertarik untuk berbicara tentang praktek-praktek penandaan dimana makna merupakan produk dari struktur atau regularitas-regularitas yang dapat diramalkan yang terletak di luar jangkauan manusia (human agents). Sebagaimana ditunjukkan Chris Barker (2000), strukturalisme sebenarnya bisa dilacak kembali pada karya-karya Emille Durkheim yang menolak anggapan empirisis bahwa pengetahuan merupakan derivasi langsung dari pengalaman.


Tetapi strukturalisme yang dikenal sekarang adalah strukturalisme Ferdinand deSaussure dan Levi-Strauss yang menjelaskan bahwa produksi makna merupakan efek dari struktur terdalam dari bahasa, dan kebudayaan bersifat analog dengan struktur bahasa, yang diorganisasikan secara internal dalam oposisi biner: hitam-putih, baik-buruk, lelaki-perempuan dll (lihat KUNCI edisi 4).

Dalam konteks pengabaian human agents, strukturalisme bersifat antihumanis. Konsep strukturalisme tentang kebudayaan lebih memusatkan perhatiannya pada sistem-sistem relasi dari struktur-struktur yang mendasari sesuatu (umumnya bahasa) dan aturan-aturan bahasa yang memungkinkan terjadinya makna. Sementara menurut Williams (1980), teks hanyalah bagian dari cara berpikir yang diproduksi oleh perubahan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi. Kata Williams, “Kita harus berhenti dari prosedur umum untuk mengisolir objek dan kemudian menyelidiki komponen-komponennya. Sebaliknya kita harus menyelidiki praktek-praktek dan kemudian kondisi-kondisinya”.

Jika kulturalisme menekankan sejarah, maka strukturalisme justru menekankan pendekatan sinkronik, relasi-relasi struktur dianalisa dalam potongan-potongan peristiwa yang bersifat khusus. Di sini strukturalisme sangat menekankan aspek kekhususan kebudayaan yang tidak bisa direduksi begitu saja ke dalam fenomena lainnya. Dan jika kulturalisme memfokuskan diri pada interpretasi sebagai jalan untuk memahami makna, maka strukturalisme justru menegaskan perlunya sebuah ilmu tentang tanda yang bersifat objektif. Dekonstruksi Pascastrukturalisme Pandangan strukturalisme tentang makna yang diorganisasikan secara internal dalam oposisi biner, sama dengan mengatakan bahwa makna bersifat stabil. Kestabilan makna inilah yang menjadi pusat serangan pascastrukturalisme atas strukturalisme.Tokoh-tokoh utama pascastrukturalisme, seperti Derrida dan Foucault, menyatakan bahwa makna tidaklah stabil, ia selalu dalam proses. Makna tidak bisa dibatasi dalam satu kata, kalimat atau teks khusus, tetapi ia merupakan hasil dari hubungan antarteks: intertektualitas. Sama seperti strukturalisme, pascastrukturalisme juga bersifat antihumanis. Derrida (1976) menyatakan bahwa kita berpikir hanya dengan tanda-tanda, tidak ada makna asli yang bersirkulasi di luar representasi. Dan Foucault menyatakan (1984) menyatakan bahwa manusia hanyalah produk dari sejarah.
»»  BACA LAGI...

Friday, September 30, 2011

KUMPULAN KATA CINTA


Oleh : Kahlil Gibran.

Jangan tertarik pada seseorang karena parasnya
Sebab keelokan paras dapat menyesatkan
Jangan pula tertarik kepada kekayaan
Karena kekayaan dapat musnah
Tertariklah pada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum
Karena hanya senyum yang dapat membuat
Hari-hari gelap menjadi  cerah
Semoga menemukan orang yang seperti itu

Ada saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang
Ingin hati menjemputnya dalam alam mimpi
Dan memeluknya dalam alam nyata
Semoga kamu memimpikan orang yang seperti itu

Bermimpilah tentang apa yang kamu impikan
Dan pergilah ketempat-tempat kamu ingin pergi
Jadilah seperti yang kamu inginkan
Karena kamu hanya memiliki satu kehidupan
Dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal
Yang ingin kamu lakukan

Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu baik hati
Cobaan yang cukup untuk membuatmu kuat
Kesedihan yang cukup untuk mebuatmu manusiawi
Pengharapan yang membuatmu cukup untuk membuatmu bahagia
Dan uang yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhanmu

Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup
Pintu yang lain dibukakan
Tetapi acap kali kita terpaku cukup lama pada
Pintu yang tertutup
Sehingga tidak dapat melihat  pintu lain
Yang dibukakan bagi kita

Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu,
Tanpa mengucapkan sepatah katapun
Dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan

Telah lama bercakap-cakap lama dengannya


Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita miliki
Sampai kita kehilangannya
Tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak akan pernah tahu
Apa yang belum pernah kita miliki
Sampai kita mendapatkannya


Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain
Karena apabila hal itu menyakiti hatimu
Sangat mungkin hal itu
Menyakitkan hati orang lain pula

Kata-kata yang diucapkan sembarangan
Dapat menyulut perselisihan
Sedangkan kata-kata yang kejam
Dapat menghancurkan suatu kehidupan
Kata-kata yang diucapkan pada tempatnya
Dapat meredakan ketegangan
Sedangkan kata-kata yang penuh cinta
Dapat menyembuhkan dan memberkahi

Awal dari cinta adalah
Membiarkan orang yang kita cintai
Menjadi dirinya sendiri
Dan tidak merubahnya menjadi
Gambaran yang kita inginkan
Jika tidak…..
Kita hanya mencintai pantulan diri sendiri
Yang kita temukan didalam dia

Orang-orang yang paling berbahagiapun

Tidak selalu memiliki hal-hal yang terbaik
Mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik
Dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya

Mungkin Tuhan membuat kita bertemu dengan beberapa orang yang salah
Sebelum bertemu dengan orang yang tepat
Kita harus mengerti
Bagaimana berterima kasih
Atas karunia itu

Hanya diperlukan waktu semenit

Untuk menaksir seseorang
Sejam untuk menyukai seseorang
Dan sehari untuk mencintai seseorang
Tetapi diperlukan waktu seumur hidup
Untuk melupakan seseorang



Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis
Mereka yang disakiti hatinya
Mereka yang mencari dan mereka yang mencoba
Karena hanya mereka itulah
Yang menghargai pentingnya orang-orang
Yang pernah hadir dalam hidup mereka

Cinta  adalah..
Jika kamu kehilangan rasa….
Gairah..
Romantika….
Dan..
Masih tetap perduli padanya

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah…
Ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu
Dan mendapati pada akhirnya
Bahwa tidak demikian adanya
Dan kamu harus melepaskannya

Cinta…
Dimulai dengan senyuman
Bertumbuh dengan sebuah ciuman
Dan…
Berakhir dengan tetesan air mata

Cinta datang kepada mereka yang masih berharap
Sekalipun pernah dikecewakan
Kepada mereka yang masih percaya
Sekalipun pernah dikhianati
Kepada mereka yang masih mencintai
Sekalipun pernah disakiti hatinya

Sungguh menyakitkan mecintai seseorang

Yang tidak mencintaimu
Tetapi lebih menyakitkan adalah
Mencintai seseorang
Dan tidak pernah memiliki keberanian
Untuk mengutarakan cintamu padanya

Masa depan cerah
Selalu tergantung pada masa lalu yang dilupakan
Kamu tidak dapat terus hidup dengan baik
Jika kamu tidak melupakan kegagalan
Dan sakit hati dimasa lalu

Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal
Jika kamu masih mau mencoba
Jangan pernah menyerah
Jika kamu masih merasa sanggup
Jangan pernah mengatakan
Kamu tidak mencintainya lagi
Jika kamu masih tidak dapat melupakannya

Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang

Bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu
Jangan mengharapkan balasan cinta
Tunggulah…
Sampai cinta berkembang dihatinya
Tetapi jika tidak….
Berbahagialah….
Karena cinta tumbuh dihatimu

cara cintamu memperlakukan dirimu
tergantung bagaimana caramu memperlakukan cintamu
khianati cintamu maka cintapun akan menghianatimu
sayangi cintamu maka cintamu akan selalu didekatmu

Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar
Dari orang yang kamu harapkan
Untuk mengatakannya
Namun demikian….
Janganlah menulikan telinga
Untuk mendengar dari orang yang mengatakannya
Dengan sepenuh hati

Waktu kamu lahir

Kamu menangis dan orang-orang disekelilingmu
Jalanilah hidup…
Hingga pada waktu kamu meninggal
Kamu tersenyum…
Dan orang-orang sekeliling menangis.
»»  BACA LAGI...

Tuesday, September 27, 2011

Benarkah Orang Baik Belum Tentu Masuk Surga??



Oleh: Abdi M.U.

Benarkah Orang Baik Belum Tentu Masuk Surga ?
Apakah Bunda Theresa yang sepanjang usianya dibaktikan untuk umat miskin
India harus masuk neraka? Apakah Paus Paulus II yang pernah menjamu calon pembunuhnya dengan baik hingga si calon pembunuhpun membatalkan rencana pembunuhan tersebut juga tak pantas masuk surga? Apakah Mahatma Gandi yang secara lembut, sabar dan selalu menggunakan jalan damai untuk membela kemerdekaan rakyat India juga harus masuk neraka? Bagaimana pula dengan sebagian dari milyaran umat manusia non Islam yang baik hati, apakah mereka harus masuk neraka dibanding sebagian dari milyaran umat manusia lainnya yang beragama Islam tapi buruk perilakunya ?
Apakah Akhlak Menentukan Seseorang Masuk Surga atau Tidak ?
Seorang ustadz yang saya tanya mengenai hal itu menjawab singkat, “kalau
memang akhlak yang dijadikan patokan oleh Tuhan untuk menentukan pantas tidaknya seseorang masuk surga atau neraka, maka agama tidak diperlukan lagi di muka bumi ini” Kalau memang akhlak sangat menentukan masuk surga atau tidak, maka untuk apa lagi agama, karena tanpa agama saja orang bisa berbuat baik. Di negeri atheis seperti di Rusia, China, atau di Eropa dan Amerika, ditemukan banyak orang yang tak beragama tapi memiliki akhlak yang luar biasa baiknya. Tidak usah jauh-jauh, pasti kita sering ketemu teman atau tetangga yang baiknya luar biasa, ia mengaku punya agama tapi tak pernah sholat atau ke gereja, tapi nyatanya akhlaknya lebih baik dari orang yang rajin beribadah.

Sifat baik adalah fitrah yang diberikan Allah sejak kita didalam kandungan. Fitrah (sifat-sifat baik) adalah kecenderungan manusia untuk berbuat kebaikan, seperti halnya binatang buas diberi Allah kecenderungan untuk bersifat buas walaupun ia berusaha dijinakkan di lingkungan manusia. Hawa nafsu dan pilihan manusia sendiri yang membuat seorang manusia menjadi jahat dan berperilaku buruk.

Dalam sebuah hadits qudsi Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan yang menyebabkan mereka tersesat dari agama mereka” (HR Muslim). Allah menganugerahi manusia kesempatan untuk memilih yang baik atau yang buruk sesuai firman Allah : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (QS, Al-Balad 90 : 10). “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS, Al-Insaan 76 : 3).

Kemudian setan berusaha mengaburkan jalan yang benar sehingga jalan yang baik oleh manusia dikira sesat, dan jalan yang sesat dikira benar. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al Baqarah 2 : 216) : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Namun tujuan tulisan ini sama sekali bukan untuk menyatakan bahwa akhlak yang baik tidak penting, atau menjadi muslim yang berperilaku buruk lebih baik daripada non-Islam yang baik hati. Tujuannya agar kita menyadari bahwa ada yang lebih penting kita capai dalam agama ini disamping kewajiban untuk berakhlak baik.

Akhlak Seorang Muslim Yang Baik Sekalipun Tidak Cukup Untuk Membuatnya Masuk Surga.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?" Nabi SAW sangat terharu mendengarnya, sambil memeluk anak muda itu ia berkata: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan oleh pengorbanan dan kebaikanmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita terhadap anaknya. Kita merasa sudah cukup, tapi dalam perhitungan Allah nilai jasa kedua orang tua pada anaknya jauh lebih besar nilainya dari yang dibayangkan manusia. Pasti ada sesuatu perbuatan lain yang harus kita lakukan untuk memperbanyak balas budi kita pada kedua orang tua kita. Diantaranya dengan cara menjadi anak yang sholeh dan selalu mendoakan kedua orangtua kita.

Ada perspektif yang sama antara hadits tersebut barusan dengan hadits berikut ini. Rasulullah SAW pernah berkata, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh sayapun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?” . Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”. Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah. Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh
sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Apa makna dari kedua hadits tersebut diatas? Yaitu bahwa perbuatan baik (akhlak) dan ibadah kita ternyata tidak mampu untuk mendapatkan tiket ke surga. Hanya karena rahmat-Nya lah kita bisa ke surga. Akhlak dan amal ibadah juga tidak cukup menjamin kita terbebas dari api neraka, hanya ampunan-Nya lah yang bisa membuat kita terbebas dari api neraka. Karena itu kita diminta banyak memohon rahmat dan ampunan Allah.

Pertanyaan berikutnya (dikaitkan dengan judul tulisan ini) adalah apa
syaratnya agar doa kita untuk memohon rahmat dan memohon ampunan Allah bisa diterima ? Tidak semua orang diberi rahmat surga, dan tidak semua orang diberi ampunan dari ancaman neraka. Allah menentukan syarat utamanya adalah beriman kepada-Nya dan rasul-Nya (melalui syahadat).
Apakah Benar Anggapan Bahwa Sifat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang Akan Membuat Allah Tidak Mungkin (Tega) Menghukum Orang Yang Baik Hati ?
Di akhirat kelak orang yang tidak beriman kepada Allah akan membawa amal
kebaikannya ke hadapan Allah, tapi kemudian Allah tidak menerimanya, seperti tersebut dalam Al Qur’an surat Al Furqan ayat 23, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”.

Ibarat seorang pembantu yang bekerja keras pada majikannya, setiap hari ia
bangun pagi membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyapu halaman, menjaga
keselamatan anak majikan selama majikan bekerja diluar. Namun sang pembantu yang rajin ini ternyata cara berbicaranya tak sopan dan suka berbohong, walaupun baginya itu sudah sopan dan bohongnya bohong kecil menurutnya. Sang pembantu tidak mau berusaha memperbaiki cara ia berkomunikasi dengan sang majikan. Ia tidak juga berusaha mencari tahu apa yang diinginkan sang majikan. Padahal jelas sang majikan sudah menulis tatatertib dan uraian kerja pembantu rumah tangga, diantaranya disebutkan sang majikan bahwa kesopanan dan kepercayaan adalah
syarat terpenting bekerja di rumah majikan tersebut. Bahkan terkadang ia
sombong dan keras hati dengan menganggap bahwa sebagai orang yang berintelektual tinggi seharusnya majikannya bisa menerima kekurangan sang pembantu. Maka apapun kebaikan dan jasa si pembantu menjadi tidak ada artinya bagi sang majikan, karena yang paling utama bagi majikannya adalah kesopanan dan kejujuran.

Analogi sederhana ini, menyiratkan bahwa agar doa, ampunan, amal dan ibadah kita bisa diterima Allah hendaknya kita mengenal Allah secara baik, melalui perenungan dan makrifatullah. Kitapun sebagai hamba Allah perlu mencari tahu apa sebenarnya syarat utama yang diinginkan Allah agar segala amal ibadah dan akhlak baik kita diterima Allah. Tidak susah mengenal Allah karena karya-Nya ada disekeliling kita, bahkan Ia telah memperkenalkan diri-Nya melalui kitab-kitab suci dan ajaran nabi-Nya. Sekarang tinggal kita saja mempelajarinya dan mencari kebenaran. Insya Allah manusia (entah itu Islam, Kristen atau Islam yang masih ragu-ragu) yang serius dan dengan tawadhu ingin mencari kebenaran maka Allah memberi petunjuk (hidayah) melalui Qur’an dan hadits.

Memahami Allah dengan menggunakan kemampuan akal manusia adalah sia-sia,
karena hakikat Allah adalah diluar batas akal manusia. Hati manusia akan
membantu kita memahami Allah, karena didalam hati bersemayam fitrah manusia yang salah satunya memiliki sifat-sifat cinta kepada Allah. Hatipun perlu dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran (sifat sombong, dengki, kikir, dsbnya) agar fitrah manusia kembali bercahaya menerangi pikirannya.

Tanpa Mengenal Sifat Allah Dengan Baik Maka Sia-sialah Akhlak Baik, Amal dan Ibadah Kita.
Melalui pengenalan yang baik terhadap Allah melalui cara-cara yang diatur
dalam Qur’an dan hadits, akan kita temukan bahwa Allah mensyaratkan aqidah Islam yang benar sebelum segala amal ibadahnya diterima. Aqidah Islam diwujudkan dalam bentuk syahadat hati dan lisan.

Aqidah adalah apa yang diyakini seseorang, bebas dari keraguan. Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Aqidah Islam merupakan syarat pokok menjadi seorang mukmin, dan merupakan syarat sahnya semua amal kita. Untuk memperoleh aqidah yang lurus kita perlu mempelajari dan memahami sifat-sifat Allah dan apa-apa yang disukai dan dibenci Allah. Tanpa aqidah yang lurus maka amal ibadah kita tidak diterima-Nya. Salah satu hal yang paling dibenci Allah SWT adalah syirik, yaitu mensejajarkan diri-Nya dengan makhluk atau benda ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang yang merugi” (QS, Az-Zumar: 65).

Aqidah adalah tauqifiyah, artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil, dan tidak ada medan ijtihad atau berpendapat didalamnya. Sumbernya hanya al-Qur’an dan as-Sunnah, sebab tidak ada yang lebih mengetahui tentang sifat-sifat Allah selain Allah sendiri. Aqidah Islamiyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah SWT dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.

Begitu pentingnya aqidah dalam Islam, sehingga pelurusan aqidah adalah dakwah yang pertama-tama dilakukan para rasul Allah, setelah itu baru mereka mengajarkan perintah agama (syariat) yang lain. Didalam Al Qur’an, surat Al-A’raf ayat 59, 65, 73 dan 85, tertulis beberapa kali ajakan para nabi, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan selain-Nya”. Dengan demikian ilmu Tauhid sebagai ilmu yang menjelaskan aqidah yang lurus, merupakan ilmu pokok yang harus dipahami sebaik mungkin oleh setiap umat Islam yang ingin memperdalam ilmu agamanya. Tanpa aqidah yang benar seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkannya dari jalan hidup kebahagiaan. Tanpa aqidah yang lurus seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh berbagai informasi yang menyesatkan keimanan kita.
»»  BACA LAGI...

Wednesday, September 21, 2011

GERAKAN PEREMPUAN


Dalam Perjalanan Sejarahnya


Masa Kolonialisme

Pada akhir abad XIX masyarakat Indonesia mulai berubah secara drastis, sebagai kaum terpelajar baru untuk para pegawai pribumi, anak-anak bangsawan, bersentuhan langsung dengan sejumlah ide nasionalisme sebagai akibat logis dari sistem politik etik yang diterapkan Belanda di daerah koloninya.

Gerakan emansipasi jauh lebih beragam dari kata “nasionalisme”. Alasan-alasan ekonomi dan agama terasakan lebih penting dan dominan dalam berbagai gerakan termasuk gerakan perempuan. Kegiatan-kegiatan awal dari organisasi perempuan hanya terbatas pada kegiatan kerumah tanggaan maupun pendidikan ketrampilan.

Pada tahun 1920-an, untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia perempuan bergerak di sekitar kepentingan gender mereka. Mereka mengambil bentuk masalah sosio-kultural perempuan, dan mengorganisasi diri diatas dasar keagamaan dan daerah serta gerakan politik yang penting saat itu. Berbagai sekolah perempuan didirikan dan sejumlah majalah diterbitkan, serangkaian aksi atas nama perempuan buruh dan pelacur pun dilancarkan.

Organisasi formal perempuan pertama ialah Poetri Mardika, yang didirikan di Jakarta pada tahun 1912. Organisasi ini memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, mendorong perempuan agar tampil di depan umum, membuang rasa “takut”, dan “mengangkat” perempuan ke kedudukan yang sama dengan laki-laki. Disamping itu antara tahun 1913-1915 berbagai organisasi perempuan, terutama di Jawa dan di Sumatera berdiri, yang anggotanya sebagian besar dari golongan bangsawan.

Setelah mengalami proses transformasi, gerakan perempuan mengkristal menjadi Kesadaran politik, seperti yang dinyatakan pada Kongres I Wanita tanggal 22 Desember 1928, dimana mereka menyatakan bahwa persamaan derajat akan dicapai dalam susunan masyarakat yang tidak terjajah. Kongres ini menandai sejumlah pergeseran penting, dalam cara-cara kaum perempuan Indonesia merumuskan interes gender mereka.

Pada tahun 1940 serikat buruh perempuan pertama dibentuk, yaitu Pekerja Perempuan Indonesia. Yang tujuan utamanya adalah memberikan latihan kerja. Namun organisasi ini pun melakukan perlawanan terhadap diskriminasi dalam kenaikan pangkat dan upah.

Pada massa penjajahan Jepang, Jepang membubarkan semua organisasi perempuan yang sudah ada sebelum perang dibubarkan kecuali yang sengaja dibuat Jepang untuk kepentingan perangnya seperti Fujinkai. Tujuan umum dari Fujinkai adalah untuk memobilisasi tenaga kerja perempuan guna mendukung tentara Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Sebagaimana yang terjadi di wilayah-wilayah yang dijajah Jepang selama Perang Dunia II, banyak perempuan yang dijadian jugun ianfu —perempuan penghibur yang mengikuti angkatan bersenjata Jepang.

Dengan sembunyi-sembunyi mereka bisa menyiapkan perjuangan kemerdekaan, tetapi mereka tidak bisa memprotes kebobrokan ekonomi yang ditimbulkan Jepang atau terhadap berbagai pemerkosaaan yang dilakukan para serdadu Jepang.

Perang Kemerdekaan


            Pada masa perang kemerdekaan ini banyak perempuan yang tampil di barisan depan bersama dengan pejuang yang lain. Satuan-satuan perempuan perjuangan berdiri dimana-mana, seperti Lasywi –Lasykar Wanita Indonesia.

Di garis belakang perempuan juga mengorganisasi diri. Setelah proklamasi Fujinkai dibubarkan, bahkan ketua Fujinkai menganjurkan kepada seluruh anggotanya untuk mengubah organisasi-organisasi lokal menjadi organisasi yang bisa bekerja mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini kemudian melebur menjadi Persatuan Wanita Indonesia atau Perwani. Disamping itu berdiri pula sebuah organisasi buruh perempuan berhaluan kiri, hasil fusi dari beberapa organisasi buruh perempuan yang bernama Barisan Buruh Wanita.  Para pemimpin nasionalis laki-laki mengakui dukungan kaum perempuan untuk perjuangan kemerdekaan. Walaupun demikian, para pemimpin nasionalis ini memandang bahwa kesertaan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan harus dibawah laki-laki.

1950-1965

Indonesia, tak terkecuali dari pola yang lazim, sesudah kemerdekaan nasional tercapai, gerakan perempuan mengalami kekecewaan. Dalam hal ini, kehidupan pribadi presiden pertama Indonesia, yang begitu rupa berhasil menggalang kekuatan kolektif perempuan untuk menyokong perjuangan nasional, sebagai roda kedua sebuah kereta, membantu menggagalkan sejumlah reform perkawinan yang dengan sangat konsekuen telah diperjuangkan oleh gerakan itu.

Dengan direbutnya kekuasaan negara oleh Indonesia, hubungan politik antara perempuan dan laki-laki menjadi berubah secara mendasar. Perjuangan untuk undang-undang perkawinan baru, mengakibatkan konflik sejumlah kepentingan gender, yang selama perang ditekan menjadi terbuka.

Selama perjuangan anti kolonal, perempuan menjadi aktor yang vokal di tengah gelanggang politik, dan sekaligus menjadi ibu dan istri yang “baik”. Dengan tidak adanya lagi musuh bersama, laki-laki mengaku bidang politik sebagai bidang mereka sendiri dan perempuan ditinggalkan di tengah bidang sosial. Pada umumnya organisasi perempuan, terutama yang berbasiskan agama, menerima pembagian kerja ini sebagai kodrat alami.
Hanya Gerwani sajalah, satu-satunya organisasi perempuan yang mengakui bahwa politik adalah sebuah bidang yang sah untuk perempuan. Dalam prakteknya dan yang lebih membedakan Gerwani dengan organisasi perempuan lainnya adalah perhatian mereka terhadap hak-hak kaum buruh dan tani perempuan. Gerwani mengambil cara-cara terutama dari dunia sosialisme.

Kejadian penting pada 1950 adalah fusi antara dua badan federatif, yang di dalamya terhimpun gerakan perempuan yang semasa revolusi mengalami perpecahan. Organisasi fusi itu adalah Kowani, yang pernah ditinggalkan sejumlah organisasi Islam dan Badan Kontak yang didirikan oleh Konferensi Perempuan Yogyakarta. Mereka bersatu dalam kongres pada bulan November 1950.

Pada tanggal 17 Desember 1953, sejumlah organisasi perempuan melancarkan demonstrasi yang menentang Keputusan Pemerintah  No.19 Tahun 1952 yang secara gamblang mensyahkan poligami bagi para pegawai. Demonstrasi ini merupakan satu-satunya yang terjadi sesudah Indonesia merdeka dan dikikuti oleh kalangan luas gerakan perempuan dan yang memperjuangkan kepentingan gender perempuan.

Pada 1960-an, setelah perjuangan untuk reform perkawinan mengalami kegagalan di parlemen, dan dengan semakin kuatnya hegemoni demokrasi Terpimpin, “feminisme” Gerwani pun didominasi ideology Manipol dan Nasakom. Solidaritas Gerwani tidak lagi pada semua perempuan. Gerwani mengarahkan haluannya pada “integrasi total” dengan kelas pekerja dan kaum tani dan memandang perempuan kaya sebagai “musuh” bagi usaha organisasi memperjuangkan kemerdekaan nasional sepenuhnya. .

1965_an

Perubahan politik dari Orde Lama ke Orde Baru  diawali dengan apa yang namanya “Peristiwa Oktober 1965” yang kemudian diikuti dengan pembantaian satu juta lebih orang-orang yang dianggap musuh oleh rejim yang baru. Dengan Menggunakan berbagai Koran terbitan 1 Oktober 1965 dan bulan-bulan pertama 1966, bisa kita lacak bagaimana kampanye fitnah tentang keterlibatan anggota-anggota Gerwani di Lubang Buaya.

Tahap demi tahap kampaye disebar luaskan dengan tujuan pembenaran sebuah kesimpulan bahwa komunisme sedemikian sangat amoral dan anti-agamanya, sehingga mengakibatkan kaum wanita “kita” melupakan berbagai tugas kewanitaan mereka, dan malah sibuk dalam politik dan kendor susila, mengumbat hawa nafsu seksual mereka dengan cara-cara yang bejat mengerikan, dan melakukan kekejaman yang tidak terperi. Karena itu masyarakat dibuat mengerti, bahwa sama sekali benar jika komunisme khususnya Gerwani dileyapkan, sehingga dengan begitu masyarakat menjadi bersih dan ketertiban pun pulih.

Kesatuan-kesatuan Aksi dibentuk untuk menyiapkan berbagai demonstrasi massa yang dibarengi dengan pembunuhan masal dimana-mana. Bahkan organisasi-organisasi keagamaan dengan penuh antusias menganjurkan kepada anggotanya untuk membasmi pengikut Gerwani di berbagai daerah.

Manipulasi kesadaran yang sedemikian ini, merupakan salah satu keberhasilan Orde Baru dalam menumpas lawan-lawan politiknya termasuk Gerwani. Peristiwa Oktober 1965 bisa dikatakan sebagai awal hancurnya gerakan perempuan di Indonesia, dimana gerakan perempuan tidak mampu lagi untuk melakukan posisi tawar terhadap kekuasaan secara ekonomi politik. 

1970_an

Pada periode ini, gerakan perempuan semakin menunjukkan proses depolitisasi dan penjinakan. Hal ini semakin menunjukkan bentuknya setelah berdirinya Dharma Wanita [1974] dan Dharma Pertiwi [1974] diresmikan sebagai organisasi isteri para pegawai negeri dan isteri tentara yang merupakan organisasi payung 19 organisasi isteri pegawai negeri dan 4 organisasi isteri tentara. Disamping itu pula, untuk mengontrol seluruh aktivitas kaum perempuan, rejim juga membangun PKK, yang seluruh aktivitasnya hanya berkutat pada kegiatan seremonial belaka tanpa pernah melakukan sebuah penyadaran terhadap kaum perempuan.

Pada massa ini, organisasi perempuan memasuki periode “tidak ada perlawanan” terhadap diskriminasi dan eksploitasi yang dialami kaum perempuan di Indonesia. Luasnya jaringan PKK, Dharma Wanita serta Dharma Pertiwi yang didukung oleh rejim, bisa dikatakan berhasil mematikan potensi untuk bangkitnya kembali gerakan perempuan yang masif.

1980_an

Diterapkannya NKK/BKK dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia, menyebabkan menjamurnya berbagai Kelompok Studi dan Kelompok Diskusi di kalangan mahasiswi. Kelompok-kelompok ini mendiskusikan berbagai persoalan yang menindas dan mengeksploitasi kaum perempuan. Diskusi ini juga menimbulkan semangat solidaritas terhadap persoalan ekonomi-politik yang ada. Bahkan kemudian berkembang dalam bentuk aksi-aksi solidaritas bersama. Akan tetapi, dengan kondisi yang sangat represif, pada perkembangannya Kelompok-kelompok Diskusi dan studi yang ada malah bergabung dan mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat [LSM]. Yang pada prakteknya mereka memihak terhadap berbagai persoalan rakyat, walaupun kenyataannya tidak pernah berupaya untuk merombak sistem yang menindas itu sendiri.

Kelompok-kelompok LSM pada umumnya menggunakan prespektif feminisme sebagai metode yang menjawab berbagai persoalan kaum perempuan. Mereka menerima ide-ide radikal, liberal dan sosialis dari kaum feminis Amerika dan Eropa. Tetapi mereka tidak pernah konsisten menerapkannya dengan alasan bahwa kaum perempuan Indonesia mempunyai kompleksitas persoalan yang tidak bisa diwakili oleh suatu pandangan dalam feminisme. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tak lebih seperti saat tahun 1930-an, dimana hanya berkutat pada masalah pendidikan, pelatihan tanpa pernah berupaya mengorganisir perempuan untuk secara bersama-sama dengan elemen rakyat yang lain dalam merombak sistem yang ada.

1990 sampai sekarang

Dalam sebuah penelitian tentang kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, tiap tahunnya sekitar 18 juta perempuan di Indonesia mengalami kekerasan. Terlebih-lebih dengan dilakukannya operasi-operasi militer yang membawa dampak pada berbagai kasus pelecehan, pemerkosaan, penculikan dan pembunuhan terhadap kaum perempuan di lokasi dilakukannya operasi militer.

Bangkitnya gerakan perempuan awal tahun 1990-an tidak terlepas dari bangkitnya gerakan buruh di sektor industri, karena di Indonesia lebih 60% dari jumlah buruh adalah buruh perempuan. Salah satu bukti kemampuan kaum perempuan dalam memimpin berbagai perjuangan kaum buruh adalah Marsinah, yang kemudian jadi korban kebiadaban dari pengusaha yang didukung sepenuhnya oleh kekuatan bersenjata.
Walaupun demikian perjuangan yang dilakukan oleh kaum perempuan belumlah pada perjuangan dimana kaum perempuan mampu membebaskan dirinya dari sebuah sistem yang menindas, tetapi lebih pada persoalan-persoalan ekonomis dan itupun dilakukan secara terpisah-pisah.

Maraknya aksi-aksi yang dilakukan massa rakyat pada awal tahun 1998, yang kemudian dengan keberhasilan menurunkan Soeharto dari “kursi kekuasaan”, tidak lepas pula dari dukungan kaum perempuan. Efouria kemenangan melanda seluruh rakyat Indonesia karena berhasil menjatuhkan salah satu simbol kediktatoran Orde Baru. Akan tetapi tidak berbeda dengan elemen yang lain, eforia ini tidak diikuti dengan kuatnya organisasi perempuan. Sehingga pada akhirnya mereka justru menyerahkan kekuasaan pada “reformis-reformis palsu”.

Pemilu 1999 sebagai sebuah tawaran dari rejim Habibie dan skenario internasional untuk meredam perlawan massa rakyat, mampu menyeret kaum perempuan untuk terlibat dalam agenda ini. Banyak kaum perempuan yang berlomba-lomba untuk masuk dalam struktur partai-partai politik dalam usaha untuk mendapatkan “jatah”. Bahkan tidak sedikit pula kaum perempuan yang berlomba-lomba untuk menjadi pemantau pemilu itu sendiri. Partai-partai politik yang ada bisa dikatakan tidak mempunyai program yang berpihak pada kaum perempuan.

PDI-Perjuangan, yang kemudian memengkan pemilu, tidak mempunyai program yang membela kaum perempuan. Tampilnya Megawati sebagai pucuk pimpinan PDI-P, tidak lebih dari sekedar faktor upaya menyeret massa rakyat dengan mengusung nama Soekarno, bukan dalam prespektif gender itu sendiri. Demikian pula dengan partai-partai pemenang pemilu yang lain, ketika nereka duduk dalam kursi parlemen mereka sama sekali tidak pernah memperjuangkan nasib kaum perempuan di Indonesia. Yang ada justru mereka menyetujui “penjualan perempuan” sebagai komoditi ekspor ke berbagai negara. Mereka justru sibuk dengan pembagian kue kekuasaan, tanpa pernah mereka memperjuangkan nasib kaum perempuan di Aceh, Ambon, Papua dan lain-lain.

Upaya dari rejim yang berkuasa sekarang untuk memandulkan gerakan perempuan pun mulai dilaksanakan. Salah satu contohnya adalah dengan dihidupkannya menteri pemberdayaan perempuan, yang secara implisit justru mendiskriminasikan kaum perempuan.***
»»  BACA LAGI...