Friday, May 11, 2012

Memahami Bagaimana Virus Kegagalan Berproses





Jakarta, 28 November 2002


Dalam perjalanan hidupnya setiap orang pasti pernah mengalami apa yang disebut sebagai kegagalan. Bahkan semakin sukses seseorang maka semakin sering orang tersebut mengalami berbagai kegagalan. Perbedaannya adalah pada orang-orang yang dikenal "sukses", mereka mampu menyadari akan kegagalan tersebut lalu segera membenahi diri dan menyusun rencana baru. Sebaliknya bagi orang-orang  yang "gagal", mereka tidak menyadari akan kegagalan tersebut, cenderung terlena, tidak membenahi diri  dan takut memulai sesuatu yang baru lagi. Selain itu orang-orang gagal cenderung terjebak dalam pola pikir negatif dan tidak mampu keluar dari lingkungan yang negatif.  
Apakah kegagalan terjadi dalam waktu yang tiba-tiba atau kah sama dengan apa yang disebut kesuksesan yang biasanya baru bisa dicapai setelah berjuang dalam kurun waktu tertentu dan terus-menerus? Lalu bagaimana kita harus menyiasati hal ini sehingga kita memiliki  kemampuan untuk menyadari adanya "virus-virus" kegagalan yang menggerogoti kita secara perlahan-lahan? Artikel singkat ini ingin menjawab kedua pertanyaan tersebut sekaligus memberikan alternatif solusi yang bisa anda lakukan agar anda tidak terjebak dalam pilihan-pilihan yang akan membawa anda kepada kehancuran. 

Dua Hukum

Ada dua hukum yang berlaku di planet bumi ini. Pertama, hukum buatan manusia dan kedua, hukum alam. Hukum yang pertama menerima rekayasa, tawar-menawar, dan pembalasan bagi yang melanggarnya pun masih dapat diatur. Hukum kedua amat berbeda dengan hukum pertama. Hukum yang kedua bersifat pasti dan tidak menawarkan kesempatan negosiasi bahkan belas kasihan pun tidak. Jika anda melanggarnya, baik anda tahu atau tidak tahu, sadar atau tidak sadar, maka balasannya pasti akan anda terima sesuai dengan pelanggaran tersebut. Hanya saja balasan itu bersifat tersembunyi dan tidak anda rasakan seketika sehingga sangat mungkin sekali terjadi kelengahan dalam jumlah yang tidak terhitung.
Bentuk kelengahan yang tidak disadari itulah  yang disebut dengan virus kegagalan.  Mengapa disebut virus kegagalan? Karena ibarat virus yang hidup di dalam tubuh seseorang dan menggerogoti tubuhnya secara tahap demi tahap, demikian pula kelengahan yang tidak disadari berproses terus-menerus melalui keputusan, pilihan atau pun tindakan yang dibuat oleh seseorang tanpa sadar akan pembalasan akhir atau dampaknya dalam jangka panjang.  

Proses

Untuk mengetahui bagaimana virus kegagalan berproses di dalam diri anda, berikut adalah kunci utama yang perlu dipahami.

Tidak Adanya Kesadaran akan Pembalasan Akhir

Kegagalan tidak pernah diciptakan oleh sekali tindakan yang sifatnya sekali jadi. Kegagalan yang anda rasakan dihasilkan dari akumulasi pilihan atau keputusan kecil yang salah dan tidak anda sadari pembalasan akhirnya. Dalam istilah psikologi dapat dikatakan bahwa kegagalan adalah akibat ketidakmampuan individu dalam memahami reward dan punishment dari tindakan yang dilakukannya. Contoh paling gampang yang dapat dijadikan sebagai ilustrasi tentang hal ini adalah perilaku menabung sejak kecil. Orang yang mau menabung pasti menyadari betul bahwa perilakunya tersebut akan menghasilkan reward berupa keamanan uang simpanan, memperoleh bunga, jumlah uang yang terus bertambah dan kemudahan hidup di hari tua. Sebaliknya orang yang tidak berpikir untuk menabung sejak kecil maka mungkin tidak sadar bahwa ia pasti akan mendapatkan punishment berupa tidak adanya uang simpanan yang cukup untuk hari tua, tidak memperoleh bunga, dsb.
Semua orang tentu sudah tahu bahwa pembalasan itu biasanya terjadi di bagian akhir, namun sayangnya tidak banyak orang yang waspada atau eling  dengan kondisi tersebut.  Kegagalan berproses ketika anda dan kesadaran anda dalam kondisi offline atau disconnected terhadap adanya hukum pembalasan akhir sehingga anda seringkali mengakhiri dengan paksa sesuatu yang telah anda awali dengan sangat cemerlang. Putus asa di tengah jalan, mempertahankan kesalahan dengan mengedepankan sikap egoisme, mencari sesuatu di tempat lain yang sebenarnya sudah anda miliki atau mengumbar pengembaraan yang masih penuh dengan asumsi adalah sejumlah contoh ketidaksadaran tersebut.
Kesadaran untuk selalu on-line dengan hukum pembalasan akhir tidak tergantikan oleh skill atau sertifikat akademik apapun yang anda miliki. Buktinya,  banyak orang yang anda lihat skill-nya terbatas akan tetapi bisa hidup mandiri dengan keterbatasan itu sementara tidak sedikit para penganggur yang mestinya telah dibekali kemampuan dan ketrampilan akademik tinggi tetapi tidak bisa mandiri.  Mengapa? Kemandirian adalah balasan akhir bagi orang yang pernah memulai sesuatu!  Anda membutuhkan ketrampilan mental untuk  membunuh virus kegagalan yang meracuni tubuh anda di samping tetap membutuhkan job skill sebagai penghantar langkah anda menuju kesuksesan..

Belenggu Imajinasi

Tidak main-main jika ilmuan sekaliber Einstein mengakui bahwa imajinasi lebih penting dari pengetahuan karena kekuatannya yang begitu dominan membentuk diri anda dalam kaitan gagal dan sukses. Mayoritas manusia dipenjara oleh imajinasi kegagalan tentang dirinya, imajinasi kesengsaraan hidup dan imajinasi negativitas kehidupannya secara umum.
Memang faktanya hampir tidak ditemukan kesuksesan yang tidak diawali dengan kegagalan, hanya saja bukan di situ esensinya. Jika anda gagal kemudian kegagalan tersebut anda jadikan stempel terhadap diri anda entah dengan sengaja atau tidak, maka stempel itulah yang menciptakan kegagalan demi kegagalan berikutnya. Karena baik kegagalan atau kesuksesan, keduanya bukanlah materi  riil akan tetapi lebih pada persoalan the way  of thinking, senses of seeing, sense of feeling, atau sistem keyakinan yang anda anut.
Jadi ketika anda menghembuskan imajinasi negatif tentang kegagalan terhadap sesuatu yang ingin anda wujudkan, imajinasi tersebut mengudara di alam ini lalu ditangkap oleh hukum gravitasi bumi yang kemudian menjadi kenyataan di dalam kehidupan anda. Gambaran mengenai hal ini bisa anda pelajari dari kenyataan bahwa semua kreasi diciptakan dari dua hal yaitu penciptaan mental berupa imajinasi atau ide atau gagasan baru kemudian penciptaan fisik.

Lingkungan Negatif

Pernahkah anda mengamati kenyataan bahwa setiap diadakan pertemuan orang-orang sukses, pasti sebagian besar di antara mereka sudah saling mengenal sebelumnya baik secara langsung atau tidak langsung. Apa yang anda pahami dari kenyataan tersebut? Jawabnya: mereka dibesarkan oleh dan di dalam lingkungan yang sama atau hampir sama.
Belajar dari kenyataan tersebut, maka pilihlah lingkungan positif atau  berusahalah dengan keras untuk menciptakannya sendiri jika anda belum menemukan. Ingatlah bahwa lingkungan juga memproduksi stempelnya sendiri dan lingkungan juga memiliki hukum alamnya sendiri. Ketika anda masuk ke lingkungan tertentu, maka hukum yang berlaku adalah hukum alam kolektif tertentu seperti kerja sama, kemitraan, persahabatan, percintaan, permusuhan atau lainnya. Maka sama dengan kegagalan, kesuksesan pun tidak mungkin dihasilkan hanya oleh seorang diri.
Lingkungan yang sudah diwarnai muatan  negatif  sama bahayanya dengan ideologi terlarang. Bedanya, penyebar ideologi terlarang bisa langsung dijebloskan ke penjara tetapi penyebar pikiran negatif ada di sekeliling anda dan bisa jadi keberadaannya sangat dekat sekali dengan anda bahkan termasuk di dalam diri anda.
Dengan memahami bagaimana virus kegagalan meracuni hidup anda maka paling tidak anda telah menyiapkan pisau untuk membunuhnya dan hal ini membutuhkan perjuangan anda terutama menjaga tombol potensi anda tetap online atau connected . Bisa anda bayangkan betapa halus, kecil, dan tersembunyinya virus itu sampai-sampai  dengan jarak yang paling dekat pun masih sulit anda melihatnya di samping bahwa gigitannya pun tidak langsung bisa anda rasakan seketika. Jika ingin sukses maka tingkatkan kewaspadaan diri untuk mendeteksi adanya virus kegagalan tersebut sebelum ia sempat menggerogoti anda. Semoga berguna. (jp)
»»  BACA LAGI...

Kecanduan Cinta






Oleh Jacinta F. Rini, MSi.

Team e-psikologi

Jakarta, 18 Maret 2002

 

Istilah kecanduan cinta mungkin bukan istilah yang umum terdengar. Istilah yang sudah umum beredar seperti kecanduan minum, alkohol, narkoba, rokok, kerja, dan lain sebagainya. Meski pun “barang” nya cinta, bukan berarti aman-aman saja bagi pecandunya dan tidak membawa dampak apapun juga. Justru, dampak dari kecanduan cinta ini sama buruknya untuk kesehatan jiwa seseorang. Buktinya, sudah banyak kasus bunuh diri atau pembunuhan yang terjadi akibat kecanduan cinta meski korban maupun pelaku sama-sama tidak menyadarinya...Nah, artikel di bawah ini akan mengulas sekelumit hal-hal yang berkaitan dengan kecanduan cinta.



Kecanduan Psikologis

Di dalam masyarakat sudah banyak sekali kesalahan dalam mempersepsi atau mengartikan cinta sejati dengan cinta yang bersifat candu. Berbagai film, sinetron, atau pun lagu-lagu turut andil dalam menyaru-kan kondisi kecanduan cinta dengan cinta sejati. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam pengertian yang keliru antara kecanduan cinta dengan cinta sejati. Contoh ekstrimnya, ada orang yang bunuh diri karena ditinggal pergi kekasih – dan orang menilai bahwa cerita ini mencerminkan kisah cinta sejati.



Tanda-tanda



Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan cinta menunjukkan tanda-tanda: 

1.    Adanya pikiran obsesif, misalnya terus-menerus curiga akan kesetiaan pasangan, terus- menerus takut ditinggalkan pasangan sehingga selalu ikut ke mana pun perginya sang kekasih/pasangan.
2.    Selalu menuntut perhatian dari waktu ke waktu, tanpa ada toleransi dan pengertian
3.    Manipulatif, berbuat sesuatu agar pasangan mengikuti kehendaknya/memenuhi kebutuhannya, misalnya : mengancam akan memutuskan hubungan jika mementingkan hobi-nya
4.    Selalu bergantung pada pasangan dalam segala hal, apapun juga, mulai dari minta pendapat, mengambil keputusan sampai dengan memilih warna pakaian
5.    Menuntut waktu, perhatian, pengabdian dan pelayanan total sang kekasih/pasangan. Jadi, pasangan tidak bisa menekuni hobi-nya, jalan-jalan dengan teman-teman kelompoknya, atau bahkan memberikan sebagian waktunya untuk orang tua/keluarga.
6.    Menggunakan sex sebagai alat untuk mengendalikan pasangan
7.    Menganggap sex adalah cinta dan sarana untuk mengekspresikan cinta
8.    Tidak bisa memutuskan hubungan, meski merasa amat tertekan karena “berharap” pada janji-janji surga pasangan
9.    Kehilangan salah satu hal terpenting dalam hidup, misalnya pekerjaan atau /keluarga inti demi mempertahankan hubungan

Jadi, tidak ada istilah “puas” dalam setiap hubungan yang terjalin antara orang yang kecanduan cinta dengan pasangannya; ibaratnya seperti mengisi gelas bocor yang tidak pernah bisa penuh jika diisi, karena begitu airnya dituang lantas langsung keluar lagi dan airnya tidak pernah luber. Demikian juga orang kecanduan cinta, mereka tidak pernah mampu membagikan cinta secara tulus pada orang lain karena selalu merasa kehausan cinta. Oleh sebab itu, banyak di antara mereka yang sering berganti pasangan karena merasa harapan mereka tidak dapat dipenuhi sang kekasih. Padahal, meski puluhan kali mereka berganti pasangan, individu yang kecanduan cinta akan sulit membangun hubungan yang stabil dan abadi. Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak sadar, bahwa sumber masalah justru ada pada diri sendiri – mereka lebih sering menyalahkan mantan-mantan kekasihnya/pasangannya.



Penyebab

Sebenarnya, kecanduan cinta itu adalah kecanduan yang bersifat psikologis karena tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis (seperti kasih sayang, perhatian, kehangatan dan penerimaan seutuhnya) di masa kecil. Menurut Erik Erikson - seorang pakar perkembangan psikososial, orang  yang pada masa batita-nya tidak mengalami hubungan kelekatan emosional yang stabil, positif dan hangat dengan lingkungannya (baca : orang tua dan keluarga), akan sulit mempercayai orang lain – bahkan sulit mempercayai dirinya sendiri. Selain itu, trauma psikologis yang pernah dialami seperti penyiksaan emosional dan fisik pada usia dini, atau menyaksikan sikap dan tindakan salah satu orang tua yang agresif dan kasar terhadap pasangan, dapat  menghambat proses kematangan identitas kepribadian dan kestabilan emosinya. Pemandangan dan pengalaman tersebut kelak berpotensi mempengaruhi pola interaksinya dengan orang lain.



Keterbatasan respon/perhatian dari lingkungan pada waktu itu, dipersepsi olehnya sebagai suatu bentuk penolakan; dan penolakan itu (menurut pemahaman seorang anak) disebabkan kekurangan dirinya. Nah, pada banyak orang, masalah ini rupanya tidak terselesaikan dan akibatnya, sepanjang hidup ia berjuang untuk mengendalikan lingkungan atau orang-orang terdekat supaya selalu memperhatikannya. Orang demikian berusaha membuat dirinya diterima dan dimiliki oleh orang lain – meski harus “mengorbankan” diri. Orang ini begitu cemas dan takut jika kehilangan orang yang selama ini memilikinya; karena perasaan “dimiliki” ini identik dengan harga dirinya – dan sebaliknya ia akan kehilangan harga diri jika kehilangan pemilik.



Dampak



Akibat kecanduan cinta bisa dirasakan secara langsung oleh yang bersangkutan, karena orang itu tidak dapat menikmati hubungan yang terjalin karena pikiran dan perasaannya selalu diliputi ketakutan. Dan tidak jarang ketakutan tersebut makin tidak rasional dan melahirkan tindakan yang tidak rasional pula, misalnya tidak memperbolehkan pasangannya pergi kerja karena takut direbut orang.



Bagi Individu Bersangkutan

Akibat jangka menengah dan jangka panjang adalah individu yang bersangkutan akan berada dalam kondisi emosi yang labil dan menjadi terlalu sensitif.  Individu tersebut mudah curiga pada teman, sahabat, kegiatan, pekerjaan, bahkan keluarga pasangannya. Selain itu  ia menjadi mudah marah, cepat tersinggung dan bagi sebagian orang bahkan ada yang bertindak agresif dan kasar demi mengendalikan keinginan dan kehidupan pasangannya. Pasangannya tidak diijinkan untuk punya agenda tersendiri; pokoknya harus mengikuti keinginannya dan 100% memperhatikannya. Individu tersebut juga mudah merasa lemah, lelah dan lemas. Pasalnya, seluruh energinya sudah dipergunakan untuk mengantisipasi ketakutan yang tidak beralasan dan melakukan tindakan untuk menjaga pertahanannya. Nah, kehidupan demikian membuat dirinya menjadi manusia tidak produktif. Sehari-hari yang dipikirkan dan diusahkan hanyalah bagaimana supaya “miliknya terjaga”.

Bagi Pasangan

Banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya terlibat dalam pola hubungan yang addictive sampai akhirnya ia merasa stress, tertekan namun tidak berani/takut/tidak berdaya untuk memutuskan hubungan yang sudah berjalan beberapa waktu. Bagi sebagian orang yang cukup sadar dan mempunyai kekuatan pribadi, ia akan berani mengambil sikap tegas dalam menentukan arahnya sendiri. Namun, banyak pula orang yang “memilih” untuk tetap dalam lingkaran demand-supply tersebut karena ternyata dirinya sendiri juga mengalami masalah dan kebutuhan yang sama. Jika demikian halnya, maka hubungan yang ada bukannya mengembangkan dan mendewasakan kedua belah pihak, namun malah semakin memperkuat ketergantungan cinta keduanya. Situasi ini lah yang sering dikaburkan dengan hubungan yang romantis dan cinta buta.

Penanggulangan



Menurut para ahli psikologi dan kesehatan mental, salah satu syarat utama untuk dapat menjalin hubungan yang sehat dan sekaligus menjalani kehidupan yang produktif adalah mempunyai kesehatan mental yang sehat dan identitas diri yang solid. Kondisi positif demikian akan menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat sehingga orang tersebut tidak membutuhkan dukungan dan pengakuan orang lain untuk memperkuat sense of self-nya. Jadi, untuk mengembalikan seseorang pada bentuk hubungan yang sehat, langkah awal yang diperlukan adalah memperkuat pribadinya terlebih dahulu. Dengan meningkatkan sumber kekuatan psikologis secara internal, akan mengurangi ketergantungannya pada kekuatan eksternal. Orang itu harus merasa aman dan percaya dengan dirinya sendiri untuk bisa merasa aman dalam setiap jalinan hubungan dengan orang lain. Ada kalanya, orang-orang demikian membutuhkan bantuan para profesional untuk membimbing dan mengarahkan mereka membangun pribadi yang positif. (jr)
»»  BACA LAGI...